Friday 8 September 2017

Forex Trading Halal Atau Haram


Halal atau Haram Kah Forex ITU Apa ITU Forex Foreign Exchange (Forex) atau dikenal sebagai Valuta Asing (Valas) merupakan Salah Satu pilihan investasi yang berkembang di Indonesia Saat ini. Forex Trading Adalah transaksi perdagangan nilai Tukar mata uang Asing di pasar uang Internasional. YG Tidak mengerti forex Secara dettaglio ato Hanya mencoba-Coba Bisa kemungkinan besar mengatakan Judi forex Adalah. Hal lain Bisa Juga, Ada perdita yg cukup besar Saat bermain forex, padahal dia Udah Jadi commerciante Selama 1 tahun, setelah ITU dia kecewa dan mengatakan forex Adalah Judi. apa yg membedakan Jual beli Saham di banca ato pada BEI DGN forex, salah satunya Adalah Tempat transaksi. Klo forex Adalah Judi, berarti silakan Chiudi saja BEI beserta Saham penggerak Ekonomi YG ada di Indonesia. Bagi anda YG mengatakan Haram, Ada 2 kemungkinan: 1. Anda Tidak mengerti Dalam berinvestasiberbisnis dan mentransaksikannya. 2. Anda Tidak mempunyai MODALUANG Jadi untuk anda YG memiliki Uang. silahkan mempelajari Dan MENCOBA, Bagi eun Yang mengatakan Halal ,, 1. Transaksisinya Tidak tebak-tebakan Karena transaksinya didasari dengan analisa Teknikal dan fondamental 2. Pelakunya sebagai penjual dan pembeli (pedagang) 3. Ada perjanjian di Awal transaksi dengan menandatangani Accordo per FATWA MUI tentang PERDAGANGAN Valas Fatwa Dewan Syari8217ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28DSN-MUIIII2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). 8226 8220Firman Allah, QS. Al-Baqarah2: 275: 82208230Dan Allah Telah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba82308221 8226 8220Hadis Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibn Maja dari Abu Sa8217id al-Khudri. Rasulullah SAW bersabda, 8216Sesungguhnya Jual beli ITU Hanya boleh dilakukan ATAS dasar kerelaan (Antara kedua Belah pihak) 8217 (HR. Al-Baihaqi dan Ibn Maja, dan dinilai shahih Oleh Ibnu Hibban). 8226 8220Hadis Nabi Riwayat musulmano, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa8217i, dan Ibn Maja, teks dengan musulmana dari 8216Ubadah bin Shamit, Nabi s. a.w bersabda: 8220 (Juallah) EMAS dengan EMAS, Perak dengan Perak, Gandum dengan Gandum. sya8217ir dengan sya8217ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (Denga condizioni Costi Harus) sama dan sejenis Serta Secara Tunai. Jika jenisnya Berbeda, juallah sekehendakmu Jika dilakukan Secara tunai.8221 8226 8220Hadis Nabi riwayat musulmana, Tirmidzi, Nasa8217i, Abu Daud, Ibn Maja, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi ha visto bersabda: 8220 (Jual-beli) EMAS dengan Perak Adalah Riba kecuali (dilakukan) Secara tunai.8221 8226 8220Hadis Nabi riwayat musulmano dari Abu Sa8217id al-Khudri. Nabi ha visto bersabda: Janganlah kamu menjual EMAS dengan EMAS kecuali sama (nilainya) Dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian di Più janganlah menjual Perak dengan Perak kecuali sama (nilainya) Dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian di Più dan janganlah menjual EMAS dan Perak tersebut yang Tidak Tunai dengan yang Tunai. 8226 8220Hadis Nabi riwayat musulmano dari Bara8217 bin 8216Azib dan Zaid bin A rqam. Rasulullah visto melarang menjual Perak dengan EMAS Secara piutang (Tidak Tunai). 8226 8220Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf. Perjanjian dapat dilakukan di Antara kaum Muslimin, kecuali perjanjian Yang Yang mengharamkan atau halal menghalalkan yang haram dan kaum Muslimin terikat dengan condizioni Costi-condizioni Costi mereka kecuali condizioni Costi Yang Yang mengharamkan atau halal menghalalkan yang haram.8221 MENIMBANG: 1. Bahwa Dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi Jual-beli mata uang (al-Sharf), Baik Antar Mata Uang sejenis maupun Antar mata Uang berlainan Jenis. 2. Bahwa Dalam 8216urf tijari (Tradisi perdagangan) transaksi Jual Beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang stato hukumnya Dalam Pandang AJARAN Islam Berbeda Antara Satu bentuk dengan bentuk lain. 3. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan AJARAN Islam, DSN memandang Perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman MEMPERHATIKAN: 1. Surat Dari pimpinah Unità Usaha Syariah Bank BNI no. UUS2878 2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari8217ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H 28 Maret 2002. MEMUTUSKAN Dewan Syari8217ah Nasional Menetapkan. FATWA Tentang JUAL BELI MATA Uang (AL-Sharf). Pertama. Ketentuan Umum Transaksi Jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tidak untuk spekulasi (Untung-untungan). 2. Ada kebutuhan transaks atau untuk berjaga-Jaga (Simpanan). 3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya Harus sama dan Secara Tunai (at-taqabudh). 4. Apabila berlainan Jenis maka Harus dilakukan dengan nilai Tukar (Kurs) yang berlaku pada Saat transaksi dan Secara Tunai. Kedua. Jenis-Jenis transaksi Valuta Asing 1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan Valuta Asing untuk penyerahan pada Saat ITU (over the counter) atau penyelesaiannya palizzata lambat Dalam jangka waktu dua Hari. Hukumnya Adalah boleh, Karena dianggap Tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai prose penyelesaian yang Tidak Bisa dihindari dan merupakan transaksi Internasional. 2. Transaksi avanti. yaitu transaksi PEM belian dan penjualan Valas yang nilainya ditetapkan pada Saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan Datang, Antara 221524 marmellata sampai dengan satu tahun. Hukumnya Adalah haram, Karena di prezzo Yang digunakan Adalah di prezzo Yang diperjanjikan (muwa8217adah) Dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal di prezzo pada waktu penyerahan tersebut Belum tentu sama dengan Nilai yang disepakati, kecuali dilakukan Dalam bentuk avanti accordo untuk kebutuhan yang Tidak dapat dihindari (lil hajah). 3. Transaksi SWAP yaitu Suatu kontrak pembelian atau penjualan Valas dengan di prezzo posto yang dikombinasikan dengan pembelian Antara penjualan Valas yang sama dengan di prezzo in avanti. Hukumnya haram, Karena mengandung Unsur Maisir (spekulasi). 4. Transaksi OPZIONE yaitu kontrak untuk memperoleh hak Dalam Rangka membeli atau hak untuk menjual yang Tidak Harus dilakukan atas sejumlah unità Valuta Asing pada di prezzo dan jangka waktu atau tanggal Akhir tertentu. Hukumnya haram, Karena mengandung unusru Maisir (spekulasi). Ketiga. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan Jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, diubah akan dan disempurnakan sebagaimana mestinya. di Ditetapkan. Jakarta Tanggal. 14 Muharram 1423 H 28 Maret 2002 m DEWAN SYARI8217AH NASIONAL Majelis Ulama Indonesia Saya memang Baru saja mempelajari tentang dunia investasi melalui Saham, indeks, forex, dan istilah2 lainnya yang sejenis. Tapi dengan sedikit membuka diri saja kita semua semestinya Tahu, bahwa apapun sikap dan pandangan kita terhadap investasi indeksforex dan kawan2, dan Meski Kita Tidak ikutan Terjun Di dalamnya, Baik sedikit Atau Banyak Proses transaksi yang ada Di dalamnya Bisa mempengaruhi pergerakan mata Uang, komoditas pergerakan , Dan Devisa negara Kita. Artinya commercio indeksforex akan tetap berjalan dan Bisa ikutan menghantam perekonomian Negara kita dengan cara khas-nya sendiri. Kalo menurut saya (menurut saya Loh.), Baiknya kita bagi2 tugas ajah. Buat yang pro silahkan teruskan commercio indeksforeknya dengan Lebih Serius dan profesional. Dan Buat yang Kontra. pilihan ada di tangan anda, Kemarin saya berkunjung ke rumah Sahabat Akrab saya, semenjak dia menikah Sudah hampir 2 tahun ini tidak pernah bertemu. Entah mengapa Tiba-tiba kemarin saya teringat dan ingin sekali menemuinya, Lalu saya putuskan untuk pergi. Sesampainya Disana Kita bercerita Banyak, DLM percakapan tersebut saya sempat menawarkan dia untuk bergabung dengan Bisnis yang saya geluti sekarang yaitu perdagangan berjangka komoditi atau salah satunya forex trading. Lalu dia berkata. 8220Apakah Bisnis yang kamu tawarkan itu saya HALAL Buat. saya tidak mau beli uang dengan uang, Klo soal Resiko Bisnis ITU biasa dan ada Dalam setiap usaha.8221 tambahnya Lagi. Waduh. dengan jawabannya saya Jadi bingung .. (PUYENG), Kalo boleh jujur ​​sebagai musulmano saya juga tidak mau bergelut di Bisnis yang bertentangan dengan aturan Kaidah hukum Agama. Dan saya menjawab. 8220Oke brooo. untuk Saat ini saya tidak Bisa menjawab pertanyaa kamu Terus Terang saya tidak mau ambil resiko Kalo untuk masalah ini. Besok saya Akan kesini dan menjawab pertanyaan dari kamu, saya pelajari Dulu Lebih dalam.8221 Setelah itu saya pamit pulang, ditengah perjalan dan sesampainya dirumah saya selalu berpikir 8220saya Harus mendapat kan jawabannya8221 Saya surf dan bertanya ke Embah Google ternyata menemui artikel yang memabahas masalah tersebut . Ternyata ini Hanya merupakan Hasil laporan seminario YG dihadiri dari kaum intelektual, pedagang berjangka komoditi, dan Ulama. Berikut isi l aporannya: SEMINARIO NASIONAL 8220PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DITINJAU DARI SEGI hukum ISLAM8221 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH-UII) Yogyakarta Telah mengadakan Seminario Nasional Perdagangan Berjangka Komoditi Ditinjau dari Segi Hukum Islam di Yogyakarta pada tanggal 13 settembre 2001. Pembicara seminario Dalam tersebut Adalah Drs. Ridwan Kurnaen, MBA. (Bappebti), Drs. Hasan Mahmud Zein, MBA. (PT. BBJ), Prof. Dott. H. Asmuni Abdurrohman (MUI Pusat), Drs. H. Abdur Rachim (IAIN SUKA Yogyakarta), Dr. Syamsul Anwar, MA. (IAIN SUKA Yogyakarta), Prof. Dr. Juhaya S. Praja, M. Ag. (IAIN Bandung), Jawahir Thontowi, SH. Ph. D. (FH-UII Yogyakarta), Dan Zainul Arifin, MBA. (Institut At-tazkiyah Jakarta). Peserta Dalam seminario tersebut sekitar 100 orang terdiri ATAS Wakil-Wakil dari dari UniversitasIAIN Propinsi fai da te, Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, Lampung, dan Sulawesi Selatan, Serta Wakil-Wakil Dari Pondok pesantren, Pemda fai da te, Dan sebagainya. Pokok-Pokok pikiran Serta rekomendasi dari seminario tersebut Adalah sebagai berikut: Perdagangan Berjangka Komoditi sebagaimana diatur Dalam UU n ° 32 Tahun 1997 tanggal 5 Desember 1997 nas-nas berdasar Al-Qur8217an dan Hadits Nabi, Serta pendapat para ulama fiqih, Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam (muamalah) Meskipun kalangan ulama Syahi8217i berpendapat, dengan menggunakan konsep-konsep akad istitsna, Perdagangan Berjangka Komoditi Tidak dibenarkan Karena bertentangan dengan Kaidah Umum yaitu tentang obyek transaksi Harus nyata, Namun, menurut Ibnu Taimiyah, larangan barang menjual yang Belum ada tersebut Bukan Karena Tidak adanya barang ITU, melainkan Karena Tidak Jelas, apakah barangnya nanti dapat diserahkan ataukah Tidak. Apabila barangnya Belum ada, tetapi ada jaminan dapat diadakan atau diserahkan kemudian, Maka Hal ITU diperbolehkan Perdagangan Berjangka yang dikembangkan pada Masyarakat kontemporermodern mendapat dukungan Kaidah fiqih, utamanya dari sisi 8220istihsan8221 dan atau 8220mashalihul mursalah8221, yaitu tuntutan kebutuhan Ekonomi moderno (perdagangan) Dan perlindungan para Petani (Masyarakat). Perdagangan Berjangka Komoditi Tidak mengandung hal-hal yang bertentangan atau dilarang Oleh syariat, Karena: Perdagangan berjangka Adalah resmi (legale), mempunyai aturan Yang Jelas Dalam peraturan-perundangan Perdagangan berjangka Tidak mengandung spekulasi (Dalam arti Untung-untungan), tetapi justeru dengan lindung Nilai (copertura) dan pembentukan di prezzo (price discovery) memberikan perlindungan kepada para Petani-produsen Perdagangan berjangka memiliki fungsi Sosial-Ekonomi, yaitu perlindungan kepentingan dan kesejahteraan Masyarakat, Berbeda dengan perjudian atau gioco d'azzardo, mengandung Unsur Untung-untungan dengan resiko yang Tinggi serta Tidak memiliki fungsi Ekonomi bagi kesejahteraankemaslahatan Masyarakat Secara Umum. Menurut Yusuf Musa, perdagangan berjangka tidaklah tepat apabila dikategorikan sebagai 8220salam8221 dikarenakan banyak perbedaannya, diantaranya adanya condizioni Costi penyerahan di prezzo Penuh ketika akad dilakukan, sehingga perdagangan berjangka Lebih tepat dikategorikan sebagai akad Jual beli. Untuk memperoleh kejelasan yang Lebih dettaglio tentang pandangan Hukum Islam terhadap Perdagangan Berjangka Komoditi ini, seminario kegiatan ini Perlu ditindaklanjuti dengan kajian yang Lebih mendalam Dalam bentuk laboratorio yang melibatkan para pelaku, Serta pihak-pihak yang Secara langsung terlibat Dalam perdagangan berjangka komoditi ini. (Sumber bappebti. go. id) Menyimak dari laporan Di ATAS. Bagaimana menurut Teman-Teman dan alasannya, apakah FOREX ITU HARAM atau HALAL8230. Diposkan Oleh Benny Andhika Jam 01:53:00 Artikel Blog Lainnya: 50 Komentar: Bagaimana Pendapat Anda, forex trading Halal atau Haram. ya dia ITU. kl forex trading Tidak legale. maka Bisa di artikan haram. kondisinya mereka punya aturan principale dengan kata rimasto tertib tata yang Harus di patuhi. Dan resiko ap yang Bakal di peroleh. kl meneurut saya mah sah2 aja. Malah kl yang mau di pertanyakan konsep banca. apakah riba. Masih punto ada yang Akhir Perlu ditegaskan fratello. Yang ini neh: Untuk memperoleh kejelasan yang Lebih dettaglio tentang pandangan Hukum Islam terhadap Perdagangan Berjangka Komoditi ini, seminario kegiatan ini Perlu ditindaklanjuti dengan kajian yang Lebih mendalam Dalam bentuk laboratorio yang melibatkan para pelaku, Serta pihak-pihak yang Secara langsung terlibat Dalam perdagangan berjangka komoditi ini. ntr. ntr. gw Nanya Dulu ama Ustadz gw Dulu. lui. lui .. Alow bro, menurut saya Haram atau tidaknya gampang banget Kok dilihatnya. Pertama khan Kalo Haram tuh biasanya sesuatu Hal pekerjaan dan keuntungan yang diraih Tanpa Kerja keras sedikitpun atau tiba2 untungnya Gede layaknya permainan Judi yang Hanya mengandalkan sensazione atau keberuntungan ITU Bisa disebut HARAM. Itu dari Segi agama LHO. Terus Jika meraup keuntungan Tiba-tiba dan besar Secara kaget begitu Udah Meals RIBA Tapi maaf yah saya Bukan Kontra dengan Forex, saya Juga Pro Kok, Karena saya Juga bermain Disana, Yang intinya saya tidak merugikan orang rimasto, alias principale Pakai uang sendiri dan endak memainkan uang orang rimasto, Rugi ya Rugi sendiri, dinikmati Untung keluarga dan orang Banyak. Begitu Ajah. Sekian. Hormat Grak Sepertinya seh mengarah ke haram ya, soalnya kan tebak2an Juga waktu transaksi, Bisa Saat ITU Untung Bisa Rugi, GAK Jauh dengan Judi. Tapi ITU kan sebatas pandangan saya yang Awam lho hm. forex trading. Ririn ga ngerti NIH. Jadi. sist, bro..pdagangan berjangaka ITU gimana (hehe, maap2. Abis ,, dipostingnya ga dijelasin. trus di Pelajaran Ekonomi SMA Juga ga ada). hehe .. Waduh, saya GAK ngerti tuh, fratello. ya, Ikuti hati Nurani aja. Selalu ada yang dua sisi bertentangan. Sekarang tergantung pilihan Kita aja, hehehehe. Pilihan ITU masalah personale kan Aku ga terlalu paham dengan Forex, Jadi AKU ga akan Bilang bahwa ITU halal haram ato. Lebih baik Tanya dengan orang yang Lebih paham hukum Islam (misal alim Ulama), selain ITU Tanya Juga Musti Tanya pada hati kecil kita sendiri. Jangan Tanya Mbah Google, mana tau dia. He..he..bercanda. D Waaahh. AKU Juga GAK terlalu paham dengan Durex. eh Forex Salah mas. jadinya GAK Bisa Urun rembug. Lhaaa. Kalo orang ngeblog tuh kira-kira dapet Pahala GAK ya mas Kalo menurut pendapat saya, sah2 aja Kok. Haram ITU Bisa diartikan Kalo kita mendapatkan uang Secara ilegal (contoh: nyuri nyopet, ngrampok dsbny ..) Nahh..kl FOREX Khan ada prose Jual-beli. Prinsip org berdagang Adalah, beli dg Murah Lalu Jual dg di prezzo Mahal. Kesimpulannya, dari FOREX Juga bagian prose perdagangan. AKU pikir ini mau menawarkan bisnis GAK Taunya Bahas haram halal ya. lam kenal mas menurut saya forex ITU Bisa haram Bisa Juga tidak..tergantung dari kita diri sendiri mau kita jadikan seperti APA forex itu. seperji Hal Nya kita berjualan sayur di pasar bila kita mencurangi pembeli otomatis itu menjadi akan haram Karna kita Sudah bermain curang, sama Hal Nya dengan forex bila kita bermain Tanpa perhitungan, Analysa, Tanpa tehnik Hanya mengandalkan sensazione seperti yang di katakan mas arisna diatas mungkin akan menjadi haram Karna sama dengan Judi, TAPI bila Kita bermain dengan Analysa Terus Teknik Dalam forexs Karna ITU membutuhkan pemikiran saya rasa Tidak Akan menjadi haram kecuali kita menerima di swap nya. ITU sih menurut saya aja. entah haram ato tidaknya Hanya Allah yang tau Kadar keislaman kita untuk menilai sesuatu yang haram. Aduh GAK Tahu ya, masalah halal dan haram kan ada aturannya, TAPI Biar Tuhan saja yang punya Segala hukum yang nentukan. Forex brooo legale Kan Bukan termasuk togel ato Judi forex kan Naik turunya mata uang: D (Sok tau) forex ITU Judi ga ada yang tau mo Kemana arahnya, semua teknis dan ga fondamentale Jamin 100 di prezzo pergerakan, begitu Juga dengan Dagang bakso, baju Dagang , Lomba Baca Puisi, Daftar Jadi caleg, mo Naek pesawat terbang, maju-mundur, Kanan-kiri. ITU semua Judi, Hidup ITU Adalah Meja perjudian yang sangat Besar) Wew. akhirnya nemu juga filo NIH. saya pinjam untuk post di blog Saya ya mas. GAK TAPI sekarang..next tempo mungkin. Cape ngurusin blog. Artikel ini sependapat dengan Saya. forex bro HALAL. kata guru ngaji saya juga begitu. asalkan dana yang dipakai untuk berbisnis forex Bukan uang Panas (nn) nitip collegamento ya mas. Gampang. CEK aja, setelah beli. Mau beli JPY, NZD, LIAT ada logo halalnya GAK Kalo ada berarti halal. Kalo menurut AKU SIH Bisa halal Kok. soalnya yah seperti yang Sudah dibahas diatas. forex ITU khan Jual beli uang TAPI Bukan dengan memperhitungkan bunga Renten. yang digunakan Disini Adalah abbattimento Serta analisa yang Kuat sehingga kita Tidak Rugi salah menentukan Langkah mata uang mana yang kita ambil dan yang mana yang kita Lepas. lagipula kalaupun Juga dikatakan haram dari sudat Pandang Yang Yang mana menyatakan Hal tersebut. menurut AKU bila kita beli mata uang Satu Negara maka kita Secara Tidak langsung membantu Negara tersebut Meski kecil TAPI efek yang sangatlah diakibatkan besar sehingga Bisa mendongkrak nilai Tukar mata uang mereka untuk Naik. Kalau menurut saya halal, dengan membeli Sebuah mata uang sama seperti kalau Kita membeli Saham. Kalau kita beli USD misalnya berarti kita percaya bahwa perekonomian US Bagus dan nilainya Naik akan. Begitu Turun Juga sebaliknya kita akan Jual kalau nilai perekonomian Stati Uniti. Jadi sama Kaya Saham kalau nilainya Akan Naik Kita beli, kalau Akan Turun ya dilepas. Namanya Juga Usaha kalau ga Untung ya ga Jual beli. Sampai Saat ini Masih banyak pro dan Kontra soal halal-haram nya forex. Tapi menurut saya, forex halal ITU, Karena Yang terjadi Adalah Jual beli mata uang, sama dengan cambiavalute, apakah ITU haram Saya pernah baca artikel mengenai ini Juga, sama seperti yang diatas dijelaskan. Perdagangan sah Jika ada yang barang diserah-terimakan dan disertai AKAD. Barangnya Jelas Dan nyata yaitu uang, sedangkan akadnya Juga Jelas, Saat mendaftar conto ada perjanjian (TOS) Dan Saat ordine aperto Adalah waktu akadnya. Kalo saya, masi setengah2 Antara halalharam TTG forex. TAPI yang mau saya Komentari, Kalo dibilang barangnya Jelas, jelas2 Kita GAK terima barangnya. Kita beli, Terus Jual Lagi. Jadi Jual beli selisih Disini, Bukan Jual beli Mata uang (margine). Dan mirip dengan taruhan, misal Kita bertaruh pada pertandingan bola misalnya, Pilih tim A (USD) berharap menang. ternyata B (YEN) menang. yawda Rugi. sama Kalo kita Pasang coppia USDYEN, Kita berharap dolar menguat terhadap yen, e ternyata melemah. yawda kita Rugi Kalo vicino pada Saat ITU. Bedanya Kalo pertandingan bola Udah Jelas Kapan Harus quotclosedquot, kalo forex nggak. Jadi Bisa aja nanti dollaro menguat. Kalo forex dibilang ada yg Untung ada yg Rugi, sebenarnya sama dengan Juga mata uang ril. GAK Harus ditradingkan Juga dah Terasa koq. misalnya rupia melemah terhadap dollaro, ya yg megang rupie (umumnya org Indonesia) Akan Rugi dan YG megang dollaro Akan Untung (Saat itu untungrugi pada). Jadi ya Unsur Untung Rugi, yang Satu Untung, Yang Satu Rugi Pasti Ada, GAK hanyaa di forex, TAPI Dalam Dunia Luas YG LBH. Dan bedanya Kalo Jual beli barang, Ada penambahan Nilai Jual (dikemas misalnya, dibentuk), margine di Dan keuntungan YG diharapkan. Così, keuntungannya Dari Hasil ITU, Bukan dengan fluktuatifnya di prezzo. TAPI ada Juga YG Cuma kulakan barang, dipajang, Terus ambil Untung. portatile pedagang misalny. dia beli portatile dari pabrik, Terus GAK diapa2in dijual Lagi. ITU namanya Jual Jasa Juga. nah Kalo forex ini Bisa GAK dibilang Jual Jasa GAK .. waktu Kita aperto, Udah Pasti ada selisih Antara Jual n beli, tassa ITU Jasa mereka. pas chiusi ya ITU YG berlaku pada Saat ITU. sama kayak penjual portatile Tadi. pas mau Jual kurs rupiah menguat Drastis. sedangkan dia beli sesuai DGN kurs dollaro Juga. Jadi ya Bisa dibilang, pada Saat rupia menguat, dia gioco di parole Harus menurunkan di prezzo jualnya. Kalo di prezzo beli Lebih Mahal daripada di prezzo Jual, ya dia Rugi. Jadi sebenarnya mata uang ini berpengaruh pada semua Sektor. Dan forex ini kebetulan berhubungan forex ITU Juga. efeknya sama dengan penjual2 yang menggunakan kurs sebagai patokan. Soo. Kalo forex ini yg Meals ada brokernya. tujuannya apa untuk memfasilitasi Jual beli margine mata uang. nah margine Produk mata uang ini pulalah, halal atau haram. ada GAK YG Jual beli misalnya margine di prezzo kambing di prezzo Tanah di prezzo baju (Cuma marginnya, barang realnya GAK ada). ya Kalo gioco di parole iya ya mirip2 forex Tadi ITU, emas margine. bedanya ma Saham, Kalo Saham, dengan membeli Saham, berarti membeli kepemilikan Perusahaan ITU Juga. (Mungkin Kalo proporsi sahamnya Gede Baru terasa ya pengaruh kepemilikan Saham kita terhadap ITU Perusahaan). Kalo forex, Bisa GAK Kita dibilang ada kepemilikan terhadap dollaro yen atau ITU Tadi Bisa Saja dibilang GT, Akan TAPI toh Harus dikonversikan ke mata uang deposito Kita base, misal USD. Jadi hmmm. mungkin tulisan ini Juga BLM menjawab SI (sama, pemahaman saya juga BLM Yakin haramhalal), TAPI Yang menjadi Harapan saya mungkin ini Bisa Jadi Bahan pertimbangan n valutazioni ada dari dimuatnya tulisan saya ini. trim. Menurut saya Haram, negoziazione ITU JUDI, Disana Tidak ada perdagangan melainkan JUDI semata, Karena yg profitto profitto untungnya dari perdita YG, sedangkan bila commerciante semuanya profittidak ada yg perdita (kalah) Maka Perusahaan commerciante tsb Rugi, bayangkan bila semua commerciante profitto dan profitnya itu melebihi kekayaan Perusahaan commerciante TSB Pasti bangkrut. emang uang ITU Bisa dengan dibuat dengan Mudah Tanpa Tahu Asal muasalnya. ini jelaslah gioco d'azzardo, il commercio DLM tugas anda Adalah menjadi Peramal, sekelas Peramal mamma Laurent gioco di parole Bisa kalah bila ikutan trading, dijamin. Pesan saya anda Coba ikutan trading, Maka eun akan menemukan jawabannya. karna sayapun pernah ikutan trading. Berkat dari Tuhaň Kalau melakukan pekerjaan dengan nafsu, sampai lupa segalanya. Ini halal ga. Perché Kenapa Karena semua pekerjaan YG resmi ada UUD Nya, tentu berkatnya diatur Oleh Tuhan. Berkat, Rejeki Kita Udah diatur Dari sononya. Kita MUA jungkir Balik seperti APA, Berkat Udah diatur, Udah ditakar Oleh Tuhan. Così kenapa kita mesti Kerja keras sampai lupa segalanya Nah ini yg saya sebut Tidak Lagi halal. Kerja ya Kerja, TAPI nafsu Jangan, entah ITU Kerja Jadi karyawan Kantor, buka Toko, Jadi Dokter, kalau dilakukan dengan nafsu sampai lupa segalanya, namanya tetap halal marea. Padahal Dokter pekerjaannya, Kok Bisa ga halal Padahal pekerjaannya karyawan Kantor, Kok ga halal Paham ya Itu menurut saya lho. TRADING Dan DOKTER, HALAL mana Bagaimana dengan forex trading, halal Tidak Sama aja. Kalau kita commercio dengan nafsu, Pagi Siang mal di malam, lupa segalanya. Ya tentu ga Lagi halal. Disini memang ditekankan ada Unsur uang YG dimainkan, sebetulnya sama aja. mau buka warung, juga pake uang. Mau Jadi dokter juga dapat uang. Betul Jadi buka soal Unsur uangnya. Kita liat ITU semua sebagai pekerjaan. Betul CAPACE Disisi laen ada Unsur capabilitas. Kita capace Tidak dengan pekerjaan Kita Kita mampu Tidak dengan pekerjaan Kita. Kalau bekerja sebagai dokter tentu ada ijazah nya. Kalau dokter gadungan tentu ga halal. Karena menipu, Karena Pasti ga punya ijazah. Ini Mudah dibedakan, karean ada Unsur Pendidikan dan gelar YG disandang. BUKA WARUNG HALAL atau JUDI Terus bagaimana dengan orang buka warung atau orang forex trading. Apakah ada Unsur pendidikannya Nah ini yg rancu kita bicarakan. Makanya Kembali ke manusianya. Apakah kita Sudah melengkapi dengan pengalaman YG memadai Meski Cuman buka warung, capace Tidak Kita dengan barang Dagangan di warung kita kita Kalau asal nafsu buka warung, padahal Tidak ada pengalaman sama sekali. Dan Tidak survei, kira2 laku Tidak barang Dagangan di warungnya Siapa pesaing warung laennya Dllnya. Ini saya sebut Udah Judi. Meski orang Bilang buka warung ITU halal. Betul FOREX, CONTO, IN GRADO dan JUDI Nah demikian Juga dengan forex trading, kalau Kita Tidak melengkapi dengan Segala kemampuan YG diperlukan. Saya katakan Judi. Kenapa Lha APA pantas, orang Baru Belajar 2 Minggu, memegang kemudian rappresentano 20.000 usd ditardingkan untuk. Oke lah Tidak usah Melihat jumlah uangnya, ITU hak masing2 orang. Oke lah saya Yakin ada yg kehilangan uang 20.000 usd Dalam 2 hari Juga Masih Santai dan Malah KETAWA-Tawa. Nessun problema katanya, Cuman Kok 20.000 usd, Bukan 2.000.0000 usd. Oke sekal lagi saya terima Alasan ini. Karena ini Juga uang kamu, Bukan uang Saya. Betul Tapi konteks YG kita bicarakan buka soal uangnya, jumlahnya berapa. Tapi soal Kita capace, kemampuan Kita. Kalau kita melakukan sesuatu Tidak dengan capace, Tidak melengkapi Dulu dengan. pengetahuan, Belajar YG memadai, survei, nafsu. Ini saya katakan Judi. Jadi kalau orang di forex Baru Belajar 3 Bulan, conto buka kemudian, mau meraih keuntungan dan Yakin Bisa Untung. Ini saya katakan mereka berjudi. Ini pendapat saya ya. Maaf Saja kalau orang laen Tidak Setuju. Sah sah aja kan. Hehehehe. ini bisnis Murni spekulasi, dan sama seperti Ijon, membeli PADI di Saat Hijau dan berharap PADI akan menghasilkan banyak disaat Panen, lhaa. Kalo enggak Salah satu dirugikan. berarti ini haram .. lhoo Kok forex haram lha lha iya Wong disamakan dengan spekulasi, trus mirip Judi enggak lha ITU Saudara kembarnya, sama sama dengan pengen modale kecil berspekulasi agar mendapatkan Untung Besar, lha Kok ada yang Bilang enggak haram 1. enggak tau hukum syar39i Nya 2. enggak mau tau hukumnya yang penting duit 3. Bukan orang islam Jadi enggak tau hukum yang berlaku Buat Ummat musulmano .. Masih Pusing Juga silahken Tanya saja di syariahonline mungkin Bisa Lega. Kalau menerut sy sesuatu halal atau haram tergantung niat dan memanfaatkannya, contoh. Menabung di banca Bisa Haram kalau meniatkan untuk Bunga, TAPI kalau untuk keamanan ataupun tabungan di kemudian hari apa Haram. Di Forex Juga ada kemngkinan Haramnya kalau emang niatnya untuk tebak-tebakan, Namun Bisa Jadi halal jika untuk Jadi Simpanan, Melihat matauang Kita Terus anjlok maka kita yang beli Lebih stabil dengan EMAS, atau yang lainnya. Untuk Kasus Lain Juga demikian Kok, pisau Bisa Jadi halal jika untuk Masak atau keperluan Positif lainnya Namun jika untuk membunuh manusia ya Jadi haram donk pake pisau. nah yang Udah Jelas haram tuh seperti lokalisasi WTS, Tempat giugale Minuman keras, DSB kenapa Malah Tidak dilarang Dengan adanya Forex Trading ini Juga dapat meminimalisasi Praktek Monopoli lho. Coba misalkan Begini ada orang yang Kaya memborong ssuatu mata uang maka nilainya menjadi Naik, Namun sebaliknya Jika ada yang menjual Dalam jumlah Banyak, Bisa ambruk tuh mata uang, nah dengan forex banyak orang bisa terlibat, ada yang berfikir beli dan Jual ketika di prezzo jatuh ada aja yang berfikir beli, Oleh sebab ITU akan mejaga stabilitas Ekonomi. kalau Tidak Nasib Suatu Bangsa Bisa ditentukan Oleh segelintinr orang lho. (Yang banyak uang). Namun dewngan forex nasibnyaa Bisa Jadi ditangan orang banyak asalkan Jangan serempak seluruh dunia Pilih Jual maka ya hancurlah mata uang tersebut. Kalau Judi Kita Tidak Bisa melakukan Kontrol, sys rasa Porex kita Masih Bisa Kontrol, Kita Juga Bisa lakukan blocco agar Tidak Rugi dan Untung kalau ingin bertahan. Haram, banyak kejelekanna daripada keuntungannya Secara fatwa MUI SIH haram. Tapi ada yang Juga Bilang halal dengan dasar-dasar yang relevan Juga. Kayak musik aja, ada yang Bilang haram, ada yang Bilang halal. atau contoh lainnya rokok, fatwanya Jelas haram tetapi ada yang tetap menghalalkan dengan dasar-dasar tertentu pula. Kalo logikanya principali forex dengan cara spekulasi alias alias tebak-tebakan Untung-untungan, ITU sama dengan Saja berjudi, dan Jelas Judi haram ITU. Tapi maaf, saya principale atau forex Tidak dengan cara tebak-tabakan Untung-untungan. he he he he. Saya trader Bukan giocatore d'azzardo. Ciao ciao ciao. Salam Kawan, Sebelumnya maafkan saya Kalo saya ikut nimbrung Dalam blog ini, walaupun saya sendiri Adalah Bukan UMAT musulmano, tp sejauh ini saya sedikit tau mengenai APA yang dikategorikan haram atau halal, pendapat Saya Secara Pribadi, sejauh ini Tidak ada Alasan kuat untuk mengkategorikan FOREX affari ke hukum Haram, asumsi haram Yang Selama ini terhadap forex Adalah menjurus ke perjudian, Karena didukung Faktor orang Awam yang dapat memandang duit ITU gampang di forex, saya Sgt Yakin 99,99 para commerciante yang profesional, Tidak akan Berani mengatakan gAMPANG cari duit di FOREX, justru yang Bukan TRADER yang MERASA ITU Adalah gampang, Hanya entrare BUY SELL dan tohh Andiamo fratello. apapun Usaha yang dianggap HALAL, melalui Akan prose BUY dan SELL jg, maaf Kalo saya berbicara agak sedikit menyinggung, mungkin Yang Harus Dalam dibedakan Bisnis forex ini dengan bisnis umumnya Adalah Smart Business o Workhard Affari, Bukan halal dan haram, sama seperti orang yang quotWork Smartquot e quotWork Hardquot, bayangkan seorang quotARSITEKquotyang TDK Bisa angkat Batu, kerjanya Hanya Atur sana Sini, bahkan campur sperma aja NGK Bisa, dibandingkan dengan kuli yang TIAP hari Kerja dan Serba Bisa, Setelah Bangunan Megah selesai, pernahkah ada yang menanyakan quotKuli mana yang Buat iniquot, tentu Saja Tidak, Selalu Saja ditanya quotArsitek mana yang membangun iniquot, Dalam hal ini yang saya mau jelaskan Adalah apakah semua orang bisa menjadi arsitek apakah gampang menjadi arsitek pandangan spt ini Laah yang terjadi dengan FOREX, Sesungguhnya Forex bukanlah di BUYampSELL, tp di analisa Dan Teknik prediksi, dan yang Harus ditekankan Antara prediksi dengan ramalan Adalah Berbeda Jauh, prediksi Adalah mengumpulkan semua data2 yang pernah Ada, membuat Satu Analisis yang beralasan, dan membuat Satu keputusan yang ada Faktor pendukungnya, Betul ITU OPERATORI sekalian. Kalo RAMALAN Adalah mengusahakan mengetahui APA yang akan terjadi didepan, Tanpa Harus berhubungan DGN data2 sebelumnya dan memutuskan sesuatu Tanpa ore Ada Faktor pendukung, contoh Adalah BMG (Badan Metreologi Geofisika), makanya kalimat Yang Benar Adalah RAmalan Cuaca, Bukan Prediksi Cuaca. Akhir dari penjelasan saya adalah Kita Pemuda Indonesia, saya Harap Bisa Lebih TERBUKA mempelajari dan mengetahui sesuatu Tanpa Harus mengambil Unsur Agama untuk menghalanginya, Agama Adalah suci, Bukan dari Hasil pemikiran manusia, ibarat seseorang berlayar di Lautan dengan perahu, Maka Saat ITU perahu Adalah sahabat terbaik Kita, sesampainya didaratan, untuk beraktifitas apakah kita Harus mengangkat perahu kita kemana2 Karena Perahu Tadi Adalah sahabat baik kita ini Hanya ilustrasi, maaf kwn2 sekalian, Bukan bermaksud menggurui, ini Hanya pendapat saya, Salam Sejahtera Seperti bermain Judi, pada Indice amp Forex Tidak membawa manfaat kontribusi sumbangsih bagi pihak rimasto selain berharap keuntungan Pribadi saja dan energia membuat Alam menguap. Seperti bermain Judi, pada Forex amp Indice Tidak mungkin kedua pihak sama-sama Untung, Pasti yang Satu Untung, Yang lainnya Rugi. Seperti bermain Judi, pada Forex Indice amp ilmu dan keahlian seseorang Tidak diberdayakan untuk Kemajuan Dunia, malahan memerosotkan potensi Alam. HARAM Forex atau Jual beli mata uang ITU Jelas halal, TAPI Kalo quotMain Forexquot Baru Masih remang-remang. Kenapa remang-remang. Coba aja forex di conto principale demo, Kita mempertaruhkan uang kita untuk prediksi kita. kalau prediksinya Benar, Kita Untung, Kalo prediksi Salah kita Rugi. Lha Siapa yang impallidire Untung. yang Jelas Untung mediatore Adalah dan afiliasinya. yang Maen mo mo Rugi kalah, mediatore dan afiliasi Udah dapet Komisi duluan melalui diffusione yang ditetapkan. Kalo ingin Untung di forex, mendingan Jadi afiliasi aja, atau jualan sinyal, atau jualan ebook. Lagian Kalo Benar ada yang Jago quotMain Forexquot ngapain Juga Masih jualan sinyal, robot, atau ebook. ya Udah gratisin aja. hehehe. Wong seorang commerciante sejati per harinya Bisa jutaan bahkan puluhan juta di saldonya (barangkali hehehe) forex Adalah JUDI. Brokerbandar Judi, Judi traderpemain. Trading forex berjudi lewat nilai Tukar mata uang. Bila kita mengira nilai Tukar Akan Naik, Maka Kita melakukan BUY, dan bila ternyata Nilai Tukar Benar-Benar Naik, Maka Kita Untung, mediatore Rugi. sebaliknya Demikian. Bila kita memprediksi nilai Tukar Turun Akan, Maka Kita melakukan SELL, bila ternyata Nilai Tukar Benar-Benar Turun, Kita Untung, mediatore Rugi, Juga sebaliknya, seterusnya demikian. Apapun Alasan orang, hadist atau Ayat apapun Yang Yang dikutip Jelas logika bermain forex memang menggunakan Logika Judi. Walau Udah Tahu begitu, herannya Masih banyak orang yang Suka bermain forex, termasuk Saya gitu lago. hmmm indahnya islam yang Telah mengatur Segala urusan kehidupan ini Mulai dari Bangun Tidur hingga Tidur Lagi. bagaimanapun hal ini Adalah memerlukan rincian dettaglio yang. apa forex ITU. bagaimana sistem kerjanya. dll. setelah kita mengetahui apa itu forex dan benar2 mengetahuinya Secara dettaglio maka barulah kita kita dapat menentukan hukumnya sesuai alquran dan dan Come Sunnah bukannya menghukumi sesuatu Hanya dengan pengetahuan yang setengah2 Saja. tidaklah ADA satu permasalahanpun Dalam kehidupan ini melainkan Telah ada jawabannya Dalam agama ini. Kaidah islam mengatakan: - semua ibadah hukumnya HARAM untuk di lakukan kecuali apabila ada Dalil YANG MEMERINTAHKANNYA. muamalah - semua (perdagangan Dan lainnya) hukumnya Boleh untuk dilakukan kecuali apabila ada Dalil YANG MELARANGNYA. maaf pada Saat ini saya Belum dapat membantu mengungkapkan hukumnya Secara mendetail dengan berbagai Dalil yang ada. saya Setuju dengan pendapat: quotKalau Judi Kita Tidak Bisa melakukan Kontrol, saya rasa pada forex kita Masih Bisa Kontrol, Kita Juga Bisa lakukan blocco agar Tidak Rugi dan Untung kalau ingin bertahan. quot dan juga saya Setuju: quotKalo logikanya principale alias forex dengan cara spekulasi alias tebak-tebakan Untung-untungan, ITU sama dengan Saja berjudi, dan Jelas Judi haram ITU. Tapi maaf, saya principale atau forex Tidak dengan cara tebak-tabakan Untung-untungan. he he he he. Saya trader Bukan giocatore d'azzardo. hi hi hi. quot dan maaf. saya sangat-sangat Tidak Setuju sekali dengan Sebuah kalimat. quotkita Pemuda Indonesia, saya Harap Bisa Lebih TERBUKA mempelajari dan mengetahui sesuatu Tanpa Harus MENGAMBIL Unsur AGAMA untuk menghalanginyaquot XX grazie. wallahu a39lam yang namanya haram Dalam perdagangan dan Judi tentu ada sebabnya alias ilat yang menyebabkan perkara ITU diharapkan, Bukan masalah Untung dan Rugi aja. Kalo Unsur penyebab penyebab keharaman tersebut ada dan terdapat Dalam forex maka forex itu menjadi haram. distacco ini, Dag banyak pendapatnya Namun Hanya dari kalangan Pemain praktisi forex, belom ada dari kalangan Ahli hukum islam yang Komen di Sini. masalahnya para Pakar sendiri GAK ​​paham betul tentang mekanisme forex. yang Haram Jelas ITU, dan yang Jelas halal ITU Juga. diantara keduanya ada yang beberapa masalah abu abu yang Hanya sedikit sekali orang yang Tahu hukumnya. Jangan Asal putus haram halal dan seenak sendiri emangnya islam ITU agamanya yang Buat engkong lhooo .. hukum islam Udah di putuskan Oleh Allah Dalam Corano dan Hadist tinggal kita mau GAK mempelajarinya atau bertanya pada yang lebhi Tahu. tentang keduanya. seorang alim alquran dan HADITS yang baik Bukan saja orang yang japal atau Udah dapat gelar Tinggi Dalam bidang hukum islam Saja TAPI Harus orang yang BENAR BENAR wirai (menjaga agamanya) agar ia Bisa memutuskan Suatu hukum Secara BENAR dan jernih STINGER air-air dasar alquran dan HADITS. Bukan ATAS dasar nafsunya dengan memanfaatkan alquran dan HADITS. Jual beli sistem Ijon emang haram Karena barang yang dijual beli Belum Jelas apakah nanti ada hasilnya atau GAK Lalu apakah forex Bisa dipastikan ada Judi haram Karena itu Bukan Jual beli TAPI tebak tebakan..sedangkan forex ITU Jual beli Bukan Hanya tebak tebakan yang ada GAK barangnya .. menurut saya tidaks Emua Unsur spekulatif menjadi penyebab keharaman Karena yang namanya Jual beli, Dagang dan Bisnis lainnya Juga ada Unsur spekulatif. menurut saya Perdagangan Berjangka Komoditi Beda dengan forex. Perdagangan Berjangka Komoditi Udah Jelas barang yang dijual belikan Sedang forex Jual beli uang dengan dasar spekulatif pasar. yang Tidak Bisa kita tentukan harganya .. Kalo saya Jual cendol Pingin saya kasih tariffa berapapun terserah Saya. 10 Ribu satu Gelas atau 5ribu Juga bebas masalah laku itu saya spekulatif Dalam menentukan di prezzo. Lalu bagaimana dengan forex GAK Bisa seperti ITU toh. Forex hukum Jual Beli beli ketika Murah dan ketika Mahal. Kisaran di prezzo Ngak jauh2 Amat dr YG ada di Grafik. Hal ini bs terjadi 1-tak tentu bnyaknya Hari untuk kita Jual lg dngan kisaran di prezzo YG kita mau. Masalah Nya bnyak commerciante YG melakukanya DLM hitungan marmellata beli dan berharap Naik Untung. waduhhh. Jadi ragù juga neh jadinya. mungkin Bisa di katakan haram. Karna nggak Jelas barang YG kita beli. cuma dapet Untung dari selisih Nilai Tukar. TAPI selisih itu saya bagi Masih Bisa di Bilang halal, Karna perdagangan memiliki keuntungan dari setiap selisih di prezzo Jual. sedangkan Judi Tidak seperti ITU, keuntungan Dalam Judi Karna ada yang Lawan kalah, Bukan dari selisih di prezzo Jual. ingin Lebih paham halal apa haram. Link buka silahkan saya. klik tulisan Hamim forex halal ITU. bahkan Udah disah kan MUI Ditetapkan di. Jakarta Tanggal. 14 Muharram 1423 H 28 Maret 2002 m DEWAN SYARI39AH NASIONAL Majelis Ulama Indonesia halal kalau cara mendapatkannya dengan berbagai Analisis, aggiornare le informazioni del DLL YG memerlukan pemikiran. haram Kalu caranya asal nebak arah aja Klo perso haram Klo profitto halal gitu aja rinvasare Kalo menurut saya sendiri SIH. Dalam Ekonomi syariah Tidak ada yang namanya perdagangan mata uang. Karena Ekonomi syariah Hanya Satu menggunakan mata uang yaitu dinari. maafkan saya Jika salah. Selamat bro dolente. Wah Seru sekali perbincangan di Sini, Yang Jelas marilah kita tingkatkan Skil dan pengetahuan kita yang Luas tentang forex sebagai ladang Rejeki, Insya Allah. Kunjungi blog saya juga hehe. BERDASARKAN FATWA MUI FOREX ITU HALAL. TETAPI forex trading online ITU HARAM Karena forex trading online ITU Bukan transaksi posto. Sedangkan di FATWA MUI, forex trading ITU halal posto Jika trading. Modello forex trading online ITU modello Bukan posto transaksi jadinya haram. Il trading online EMAS termasuk commerciali, komoditi, Saham Yang internasional ITU Masih haram Karena Jenis transaksinya ITU non loco Bedakan dengan Saham di Indonesia, Jika niatnya Adalah penyertaan modale Bukan sekedar Untung dari selisih di prezzo, halal ITU. Karena penyertaan modale ITU statusnya investasi alias menerapkan prinsip mudhorobah Dalam islam. Kalo AKU Masih ragù. Karena itu uang sebenarnya Adalah hanyalah alat Tukar, Bukan komoditi Dagang. Jadi uang hanyalah untuk memudahkan pertukaran Dagang. kalau untuk Dagang Dalam arti menukar uang dengan uang untuk mencari Untung, ITU sama dengan riba. Kecuali kalau dangang EMAS, dll Perak Yang nilainya Jelas Bisa Visualizzati di recente Dari barangnya. Atau Dagang Jasa yang Jelas ukurannya Masalah ini yang bikin AKU GAK pernah nyoba forex ,, coz Belum Jelas hukumnya ,, ada 2 kubu YG bikin PERTURA ,, ada yg Bilang HALAL, Ada yg Bilang HARAM..jd AKU nyoba bisnis YG laen z,.soalnya AKU nunggu ada orang YG MW brtnggung Jawab, dan mau menanggung dosa, jikalau forex ITU halal ato haram ,, Biar Bisa maen aman..hehehe..just scherzando menurut saya Judi ITU halal dan Harus kita ikutin nah yang haram itu kalau kalah ITU HARAM banget kalau menang ITU 100 HALAL Jadi Mari kita sukseskan berjudi. YG Jelas hukumnya HARAMada spekulasi dan Bisa Jadi uang Kalian langsung amblassss. sama dengan berjudi. Judi dan Judi. Poskan Komentar Tolong gunakan. . Dalam URL memasukkan. NO SPAM. Hukum Forex Trading Menurut MUI atau Halal Haram Hukum Forex Trading Menurut MUI atau Halal Haram Mengingat banyaknya yang mempertanyakan APA hukum forex trading menurutIslam (Meski Sudah Banyak dikupas) Maka berikut ini saya pubblicare artikel dari Gainscope tentang FATWA MUI tentang TRADING FOREX. Di Luar sana berkembang Juga pendapat yang bersebarangan dengan fatwa MUI ini di mana mereka tetap berpendirian pada bahwa forex trading Adalah HARAM dengan hujjahargumen yang mereka pegangi. Keputusan berpulang pada dan ada di tangan Anda. Selamat membaca. Fatwa MUI Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-Sharf) Pertanyaan Yang PASTI ditanyakan Oleh setiap commerciante di Indonesia: 1. Apakah Forex Trading Haram 2. Apakah Forex Trading Halal 3. Apakah Forex Trading diperbolehkan Dalam Agama Islam 4. Apakah SWAP itu Mari kita Bahas dengan artikel yang Pertama: Forex Dalam Hukum Islam Dalam bukunya Prof. Dott. Masjfuk Zuhdi yang berjudul Masail FIQHIYAH kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Forex (Perdagangan Valas) diperbolehkan Dalam hukum islam. Perdagangan Valuta Asing Timbul Karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhankomoditi Antar negara yang bersifat Internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat Bayar yaitu Uang Yang Masing-Masing Negara mempunyai ketentuan sendiri dan Berbeda Satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara Negara-Negara tersebut sehingga Timbul PERBANDINGAN Nilai MATA Uang Antar Negara. Perbandingan Nilai mata uang antar negara terkumpul Dalam Suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat Dalam Suatu kesepakatan bersama yang Saling menguntungkan. Nilai mata uang Suatu Negara Negara dengan lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap Saat sesuai volume di permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan Dan penawaran Inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang Secara nyata hanyalah Tukar-menukar mata uang yang Berbeda Nilai. Hukum ISLAM Dalam TRANSAKSI Valas 1. Ada Ijab-Qobul. --- Gt Ada perjanjian untuk memberi dan menerima Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar Tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan Lisan, tulisan dan Utusan. Pembeli Dan penjual mempunyai wewenang Penuh melaksanakan dan melakukan tindakantindakan hukum (dewasa Dan berpikiran Sehat) 2. Memenuhi condizioni Costi menjadi objek transaksi Jual-beli yaitu: Suci barangnya (najis Bukan) dapat dimanfaatkan dapat diserahterimakan Jelas barang dan harganya Dijual (dibeli) sendiri Oleh pemiliknya atau kuasanya ATAS izin pemiliknya Barang Sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa Jual beli Saham ITU diperbolehkan Dalam Agama. Jangan kamu membeli ikan Dalam aria, Karena sesungguhnya Jual beli yang demikian ITU mengandung penipuan. (Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi Dari Ibnu Masud) Jual Beli barang yang Tidak di Tempat transaksi diperbolehkan dengan condizioni Costi Harus diterangkan sifatsifatnya atau Ciri-cirinya. Kemudian Jika Barang sesuai dengan keterangan penjual, Maka sahlah Jual belinya. Tetapi Jika Tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan Jual belinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni Dari Abu Hurairah: 8220Barang Siapa yang membeli sesuatu yang ia melihatnya Tidak, Maka ia berhak khiyar jika ia Telah melihatnya. Jual beli Hasil tanam yang Masih terpendam, seperti ketela, kentang, Bawang dan sebagainya Juga diperbolehkan, Asal diberi contohnya, Karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika Harus mengeluarkan semua Hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Hal ini sesuai dengan Kaidah hukum Islam: 8220Kesulitan itu menarik kemudahan.8221 Demikian Juga Jual Beli barang-barang yang Telah terbungkustertutup, seperti makanan kalengan, GPL, dan sebagainya, asalkam etichetta diberi yang menerangkan isinya. Vide Sabiq, op. cit. Hal. 135. Mengenai teks Kaidah hukum Islam tersebut di ATAS, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad 1936 Hal. 55. JUAL BELI VALUTA Asing DAN Saham Yang dimaksud dengan Valuta Asing Adalah mata uang Luar Negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malesia dan sebagainya. Apabila antara Negara terjadi perdagangan internasional maka TIAP Negara membutuhkan Valuta Asing untuk alat Bayar Luar Negeri yang Dalam dunia perdagangan disebut Devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh Devisa dari Hasil ekspornya, sebaliknya importare, Indonesia memerlukan Devisa untuk mengimpor dari Luar Negeri. Dengan demikian Timbul akan penawaran dan perminataan di borsa Valuta Asing. setiap Negara berwenang Penuh menetapkan Kurs uangnya Masing-Masing (Kurs Adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang Asing) misalnya 1 dolar Amerika Rp. 12.000. Namun Kurs uang atau perbandingan nilai Tukar setiap Saat Bisa berubah-Ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi Negara Masing-Masing. Kurs Pencatatan uang dan transaksi Jual beli Valuta Asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing (AWJ Tupanno, et al Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982 Hal 76-77..) FATWA MUI tentang PERDAGANGAN Valas Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 28DSN-MUIIII2002 tentang Jual Beli Mata Uang (al-Sharf) a. Bahwa Dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi Jual-beli mata uang (al-Sharf), Baik Antar Mata Uang sejenis maupun Antar mata Uang berlainan Jenis. b. Bahwa Dalam URF tijari (Tradisi perdagangan) transaksi Jual Beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang stato hukumnya Dalam pandangan AJARAN Islam Berbeda Antara Satu bentuk dengan bentuk rimasto. c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan AJARAN Islam, DSN memandang Perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk pedoman dijadikan. 1. Firman Allah, QS. Al-Baqarah2: 275:. Dan Allah Telah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba. 2. Hadis Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibn Maja dari Abu Said al-Khudri: Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Jual beli ITU Hanya Boleh dilakukan ATAS dasar kerelaan (Antara kedua Belah pihak) (HR albaihaqi Dan Ibn Maja, dan dinilai shahih Oleh. Ibnu Hibban). 3. Hadis Nabi Riwayat musulmano, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibn Maja, teks dengan musulmana dari Ubadah bin Shamit, Nabi ha visto bersabda: (Juallah) EMAS dengan EMAS, Perak dengan Perak, Gandum dengan Gandum, Syair dengan Syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (Denga condizioni Costi Harus) sama dan sejenis Serta Secara Tunai. Jika jenisnya Berbeda, juallah sekehendakmu Jika dilakukan Secara Tunai .. 4. Hadis Nabi riwayat musulmana, Tirmidzi, Nasai, Abu Daud, Ibn Maja, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi ha visto bersabda: (Jual-beli) EMAS dengan Perak Adalah Riba kecuali (dilakukan) Tunai Secara. 5. Hadis Nabi riwayat musulmano dari Abu Said al-Khudri, Nabi ha visto bersabda: Janganlah kamu menjual EMAS dengan EMAS kecuali sama (nilainya) Dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian di Più janganlah menjual Perak Perak dengan kecuali sama (nilainya) Dan janganlah sebagaian menambahkan ATAS sebagian di Più dan janganlah menjual EMAS dan Perak tersebut yang Tidak Tunai dengan yang Tunai. 6. Hadis Nabi riwayat musulmano dari Bara bin Azib dan Zaid bin Arqam. Rasulullah visto melarang menjual Perak dengan EMAS Secara piutang (Tidak Tunai). 7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: Perjanjian dapat dilakukan di Antara kaum Muslimin, kecuali perjanjian Yang Yang mengharamkan atau halal menghalalkan yang haram dan kaum Muslimin terikat dengan condizioni Costi-condizioni Costi mereka kecuali condizioni Costi Yang Yang mengharamkan atau halal menghalalkan yang haram. 8. Ijma. Ulama Sepakat (ijma) bahwa AKAD al-Sharf disyariatkan dengan condizioni Costi-condizioni Costi tertentu 1. Surat dari pimpinah Unità Usaha Syariah Bank BNI no. UUS2878 2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H 28 Maret 2002 Dewan Syariah Nasional Menetapkan. FATWA Tentang JUAL BELI MATA Uang (AL-Sharf). Pertama. Ketentuan Umum Transaksi Jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tidak untuk spekulasi (Untung-untungan). 2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-Jaga (Simpanan). 3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya Harus sama dan Secara Tunai (at-taqabudh). 4. Apabila berlainan Jenis maka Harus dilakukan dengan nilai Tukar (Kurs) yang berlaku pada Saat transaksi dan Secara Tunai. Kedua. Jenis-Jenis transaksi Valuta Asing 1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan Valuta Asing untuk penyerahan pada Saat ITU (over the counter) atau penyelesaiannya palizzata lambat Dalam jangka waktu dua Hari. Hukumnya Adalah boleh, Karena dianggap Tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai prose penyelesaian yang Tidak Bisa dihindari dan merupakan transaksi Internasional. 2. Transaksi AVANTI, yaitu transaksi pembelian dan penjualan Valas yang nilainya ditetapkan pada Saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan Datang, Antara 2x24 marmellata sampai dengan satu tahun. Hukumnya Adalah haram, Karena di prezzo Yang digunakan Adalah di prezzo Yang diperjanjikan (muwaadah) Dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal di prezzo pada waktu penyerahan tersebut Belum tentu sama dengan Nilai yang disepakati, kecuali dilakukan Dalam bentuk avanti accordo untuk kebutuhan yang Tidak dapat dihindari (lil hajah) 3. Transaksi SWAP yaitu Suatu kontrak pembelian atau penjualan Valas dengan di prezzo posto yang dikombinasikan dengan pembelian Antara penjualan Valas yang sama dengan di prezzo in avanti. Hukumnya haram, Karena mengandung Unsur Maisir (spekulasi). 4. Transaksi OPZIONE yaitu kontrak untuk memperoleh hak Dalam Rangka membeli atau hak untuk menjual yang Tidak Harus dilakukan atas sejumlah unità Valuta Asing pada di prezzo dan jangka waktu atau tanggal Akhir tertentu. Hukumnya haram, Karena mengandung Unsur Maisir (spekulasi). Ketiga. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan Jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, diubah akan dan disempurnakan sebagaimana mestinya. di Ditetapkan. Jakarta Tanggal. 14 Muharram 1423 H 28 Maret 2002 m DEWAN Syariah NASIONAL - Majelis Ulama Indonesia Tulisan lain yang menguatkan Adalah sebagaimana ditulis Oleh Dr. Mohammed Obaidullah di bawah ini tentang ISLAMICA forex trading. 1. La Borsa di base Contratti Vi è un consenso generale tra i giuristi islamici sulla considerazione che le valute di diversi paesi possono essere scambiati su base spot ad una velocità diversa da unità, dal momento che le valute di diversi paesi sono entità distinte con valori diversi o valore intrinseco e il potere d'acquisto. Ci sembra anche essere un accordo generale tra la maggioranza degli studiosi sulla considerazione che il cambio valuta su una base in avanti non è consentito, cioè quando i diritti e gli obblighi di entrambe le parti si riferiscono a una data futura. Tuttavia, vi è una notevole differenza di opinione tra i giuristi, quando i diritti di una delle due parti, che è lo stesso come l'obbligo della controparte, è differito ad una data futura. Elaborare, consideriamo l'esempio di due individui A e B che appartengono a due paesi diversi, rispettivamente, India e Stati Uniti. Un intende vendere rupie indiane e comprare dollari residenti negli Stati Uniti. Il contrario è vero per B. Il tasso di cambio rupia-dollaro concordato è 01:20 e la transazione comporta l'acquisto e la vendita di 50. La prima situazione è che A effettua un pagamento luogo di Rs1000 a B e accetta il pagamento di 50 da B . L'operazione è regolata su base spot da entrambe le estremità. Tali operazioni sono validi e islamicamente ammissibile. Non ci sono due opinioni circa la stessa. La seconda possibilità è che il regolamento dell'operazione da entrambe le estremità viene differita a una data futura, diciamo dopo sei mesi da oggi. Questo implica che entrambi A e B dovrebbero stabilire e accettare pagamento di Rs1000 o 50, come il caso, dopo sei mesi. Il punto di vista predominante è che un tale contratto non è islamicamente ammesso. Una vista minoranza ritiene lecito. Il terzo scenario è che l'operazione è in parte regolata da una sola estremità. Ad esempio, A effettua un pagamento di Rs1000 ora a B al posto di una promessa da B a pagare da 50 a lui dopo sei mesi. In alternativa, A accetta 50 ora da B e promette di pagare Rs1000 a lui dopo sei mesi. Ci sono diametralmente opposte vedute sulla liceità di tali contratti che ammontano a BAI-salam in valute. Lo scopo di questo lavoro è quello di presentare un'analisi completa dei vari argomenti a sostegno e contro la liceità di tali contratti di base che coinvolgono valute. La prima forma di contrarre che coinvolge lo scambio di controvalori su base spot è al di là di ogni tipo di polemica. Ammissibilità o meno del secondo tipo di contratto in cui la consegna di uno dei controvalori è differito ad una data futura, è generalmente discussi nel quadro del proibizionismo riba. Di conseguenza si discute questo contratto in dettaglio nella sezione 2 che fare con la questione del divieto di riba. Ammissibilità della terza forma di contratto in cui è differita la consegna di entrambi i controvalori, è generalmente discussa nell'ambito della riduzione del rischio e di incertezza o gharar partecipano a detti contratti. Questo, dunque, è il tema centrale della sezione 3, che tratta il tema del gharar. Sezione 4 tentativi una visione olistica della Sharia riguarda questioni come anche l'importanza economica delle forme fondamentali della contrattazione nel mercato valutario. 2. Il rilascio di Riba Divieto La divergenza di views1 sulla liceità o meno di contratti di cambio in valuta può essere fatta in primo luogo alla questione della proibizione riba. La necessità di eliminare Riba in tutte le forme di contratti di cambio è della massima importanza. Riba nel suo contesto Sharia è generalmente defined2 come un guadagno illecito derivato dalla diseguaglianza quantitativa dei controvalori in qualsiasi transazione che pretendono di effettuare lo scambio di due o più specie (ANWA), che appartengono allo stesso genere (jins) e sono governati da la stessa causa efficiente (illa). Riba è suddiviso in riba al-Fadl (eccesso) e riba al-Nasia (differimento), che denotano un vantaggio illecito per mezzo di eccesso o di differimento, rispettivamente. Divieto di ex si ottiene una clausola che il tasso di cambio tra gli oggetti è unità e nessun guadagno è lecito entrambe le parti. Quest'ultimo tipo di Riba è vietato vietando regolamento differito e garantire che l'operazione è regolata sul posto da entrambe le parti. Un'altra forma di riba si chiama Riba al-jahiliyya o riba pre-islamica, che emerge quando il creditore chiede al mutuatario alla data di scadenza, se quest'ultimo sarebbe saldare il debito o aumentare lo stesso. Aumento è accompagnato da interessi sulla somma inizialmente preso in prestito la ricarica. Il divieto di riba nello scambio di valute appartenenti a diversi paesi richiede un processo di analogia (qiyas). E in ogni tale esercizio che coinvolge analogia (qiyas), causa efficiente (illa) svolge un ruolo estremamente importante. Si tratta di una causa efficiente comune (illa), che collega l'oggetto della analogia con il suo soggetto, nell'esercizio del ragionamento analogico. La causa efficiente appropriata (illa) nel caso di contratti di scambio è stato variamente definito dalle maggiori scuole di fiqh. Questa differenza si riflette nel ragionamento analogo per le valute di carta appartenenti a diversi paesi. Una questione di grande importanza nel processo di ragionamento analogo riguarda il confronto tra valute di carta con oro e argento. Nei primi tempi dell'Islam, oro e argento eseguite tutte le funzioni del denaro (Thaman). Valute erano in oro e argento con un valore noto intrinseco (quantum di oro o argento contenuta in essi). Tali valute sono descritti come Haqiqi Thaman, o naqdain nella letteratura fiqh. Questi erano universalmente accettabili come principale mezzo di scambio, che rappresentano una fetta consistente di transazioni. Molte altre materie prime, come ad esempio, metalli vari inferiori anche servito come mezzo di scambio, ma con l'accettabilità limitata. Questi sono descritti come fals nella letteratura fiqh. Questi sono noti anche come istalahi Thaman causa del fatto che la loro accettabilità non deriva dal loro valore intrinseco, ma a causa dello stato accordato dalla società durante un particolare periodo di tempo. I suddetti due forme di valute sono stati trattati in modo molto diverso dai primi giuristi islamici dal punto di vista della liceità dei contratti che li riguardano. Il problema che deve essere risolto è se le attuali valute di carta età rientrano nella prima categoria e la seconda. Un punto di vista è che questi devono essere trattati alla pari con Haqiqi Thaman o oro e argento, dal momento che questi servono come il principale mezzo di scambio e di unità di conto come quest'ultimo. Quindi, per un ragionamento analogo, tutte le Sharia legati norme e ingiunzioni applicabili a Haqiqi Thaman dovrebbe essere applicabile anche a carta moneta. Scambio di Haqiqi Thaman è conosciuto come bai-sarf, e, di conseguenza, le operazioni in valute di carta deve essere regolata dalla sharia norme pertinenti per bai-sarf. La tesi contraria afferma che le valute di carta devono essere trattati in modo simile a fals o istalahi Thaman a causa del fatto che il loro valore nominale è diverso dal loro valore intrinseco. La loro accettabilità deriva dal loro status legale all'interno del paese domestico o l'importanza economica globale (come nel caso di dollari USA, per esempio). 2.1. Una sintesi di Alternative Visto 2.1.1. Ragionamento analogico (Qiyas) per Riba Divieto Il divieto di riba si basa sulla tradizione che il Santo Profeta (pace su di lui) ha detto, vendere oro per l'oro, l'argento per l'argento, il grano per il frumento, l'orzo per l'orzo, la data per la data, sale per il sale, in stesse quantità sul posto e in cui i prodotti sono diversi, vendere quanto più vi si addice, ma sul posto. Così, il divieto di riba vale soprattutto per i due metalli preziosi (oro e argento) e le altre quattro materie prime (frumento, orzo, datteri e sale). Si applica anche, per analogia (qiyas) a tutte le specie che sono governati dalla stessa causa efficiente (illa) o che appartengono a uno dei generi dei sei oggetti citati nella tradizione. Tuttavia, non c'è accordo generale tra le varie scuole di Fiqh e persino studiosi appartenenti alla stessa scuola sulla definizione e l'identificazione di causa efficiente (illa) di Riba. Per la Hanafiti, causa efficiente (illa) di Riba ha due dimensioni: gli articoli scambiati appartengono allo stesso genere (jins) questi possiedono peso (Wazan) o misurabilità (kiliyya). Se in un determinato scambio, sia gli elementi di causa efficiente (illa) sono presenti, cioè, i controvalori scambiati appartengono allo stesso genere (jins) e sono tutti pesabili o tutti misurabili, allora nessun guadagno è consentito (il tasso di cambio deve essere uguale all'unità) e lo scambio deve essere su base spot. In caso di oro e argento, i due elementi della causa efficiente (illa) sono: l'unità del genere (jins) e weighability. Questa è anche la vista hanbalita secondo una versione 3. (Una versione diversa è simile alla vista Shafii e Maliki, come discusso qui di seguito.) Così, quando l'oro viene scambiato per l'oro, o argento viene scambiato per l'argento, solo operazioni a pronti senza alcun guadagno sono consentiti. È anche possibile che in un dato scambio, uno dei due elementi della causa efficiente (illa) è presente e l'altro è assente. Ad esempio, se gli articoli scambiati sono tutti pesabili o misurabile, ma appartengono a diverse genus (jins) o, se gli articoli scambiati appartengono allo stesso genere (jins), ma nessuno dei due è pesabili né misurabile, poi scambiare con guadagno (ad una velocità diversa da unità) è ammesso, ma lo scambio deve essere su base spot. Così, quando l'oro viene scambiato per l'argento, il tasso può essere diverso da unità ma nessuna regolamento differito è ammissibile. Se nessuno dei due elementi di causa efficiente (illa) di Riba sono presenti in un determinato scambio, quindi nessuno dei provvedimenti inibitori a divieto riba applicare. Scambio può avvenire con o senza guadagno e sia su un punto o su base differita. Considerando il caso di scambio che coinvolge valute di carta appartenenti a diversi paesi, divieto riba richiederebbe una ricerca di causa efficiente (illa). Valute appartenenti a diversi paesi sono chiaramente entità distinte queste corso legale entro specifici confini geografici con diversi valore intrinseco o potere d'acquisto. Quindi, la grande maggioranza degli studiosi forse a ragione affermare che non c'è unità del genere (jins). Inoltre, questi sono né pesabili né misurabili. Questo porta ad una conclusione diretta che nessuno dei due elementi di causa efficiente (illa) del riba esiste in tale scambio. Quindi, lo scambio può avvenire libero da qualsiasi ingiunzione per quanto riguarda il tasso di cambio e le modalità di insediamento. La logica alla base di questa posizione non è difficile da comprendere. Il valore intrinseco di valute di carta appartenenti a diversi paesi differiscono come questi hanno un potere d'acquisto. Inoltre, il valore intrinseco o vale la pena di valute di carta non può essere individuato o valutati diversamente oro e d'argento che può essere pesato. Quindi, né la presenza di riba Fadl (per eccesso), né riba al-Nasia (by differimento) può essere stabilito. La scuola Shafii del Fiqh considera la causa efficiente (Illa) in caso di oro e argento per la loro proprietà di essere moneta (thamaniyya) oppure il mezzo di scambio, unità di conto e riserva di valore. Questa è anche l'opinione Maliki. Secondo una versione di questo punto di vista, anche se la carta o in pelle è fatto il mezzo di scambio e viene dato lo status di valuta, quindi tutte le norme relative alla naqdain, o oro e argento si applicano a loro. Così, secondo questa versione, scambio che coinvolge valute di paesi diversi ad una velocità diversa dall'unità è lecito, ma deve essere effettuato su base spot. Un'altra versione di queste due scuole di pensiero è che il sopra citato causa efficiente (illa) di essere moneta (thamaniyya) è specifico per l'oro e l'argento, e non può essere generalizzata. Cioè, ogni altro oggetto, se utilizzato come mezzo di scambio, non può essere incluso nella loro categoria. Quindi, secondo questa versione, le ingiunzioni Sharia per divieto riba non sono applicabili alle valute di carta. Valute appartenenti a diversi paesi possono essere scambiati con o senza guadagno e sia su un punto o su base differita. I sostenitori della versione precedente citare il caso di scambio di valute di carta appartenenti allo stesso Paese in difesa della loro versione. Il parere di consenso di giuristi in questo caso è che tale scambio deve essere senza alcun guadagno o ad un tasso pari all'unità e deve essere regolato su base spot. Qual è la logica alla base della decisione di cui sopra Se si considera la Hanafi e la prima versione della posizione Hanbali, allora, in questo caso, solo una dimensione della causa efficiente (Illa) è presente, cioè, essi appartengono allo stesso genere (jins ). Ma valute di carta sono né pesabili né misurabile. Quindi, la legge Hanafi sarebbe evidentemente permettere lo scambio di quantità diverse di una stessa valuta su base spot. Allo stesso modo se la causa efficiente di essere moneta (thamaniyya) è specifico solo per l'oro e l'argento, poi Shafii e Maliki legge sarebbe anche permettere lo stesso. Inutile dire che, ciò equivale a permettere l'indebitamento riba-based e di prestito. Questo dimostra che, è la prima versione del Shafii e Maliki pensiero che sta alla base della decisione consensuale di divieto di guadagno e di regolamento differito in caso di cambio delle valute appartenenti allo stesso Paese. Secondo i sostenitori, che si estende questa logica di scambio di valute di paesi diversi implicherebbe che lo scambio con guadagno o ad una velocità diversa da unità è ammissibile (dato che non c'è unità di jins), ma insediamento deve essere su base spot. 2.1.2 Confronto tra cambio valuta e Bai-Sarf Bai-sarf è definito nella letteratura fiqh come uno scambio che coinvolge Haqiqi Thaman, definito come l'oro e l'argento, che serviva come mezzo principale del cambio di quasi tutte le principali transazioni. I fautori del parere che qualsiasi scambio di valute di paesi diversi è uguale bai-sarf sostengono che nella nostra epoca valute cartacee hanno efficacemente e completamente sostituito oro e argento come mezzo di scambio. Quindi, per analogia, scambio che coinvolge tali valute dovrebbe essere governato dalle stesse regole e le ingiunzioni della Sharia come bai-sarf. Si sostiene anche che, se è consentito insediamento differita da entrambe le parti del contratto, questo aprirebbe la possibilità di Riba-al Nasia. Gli oppositori della categorizzazione di cambio di valuta con bai-sarf tuttavia sottolineano che lo scambio di tutte le forme di moneta (Thaman) non può essere definito come bai-sarf. Secondo questa visione bai-sarf implica lo scambio di valute in oro e argento (Thaman Haqiqi o naqdain) da sola e non di denaro pronunciato come tali dalle autorità statali (istalahi Thaman). Le valute di età presenti sono esempi di quest'ultimo tipo. Questi studiosi trovano sostegno in quegli scritti che affermano che se le merci di scambio non sono oro o argento, (anche se uno di questi è oro o argento), allora, lo scambio non può essere definito come bai-sarf. Né sarebbero le disposizioni in materia di bai-SARF essere applicabile a tali scambi. Secondo l'Imam Sarakhsi4 quando un individuo acquista fals o monete fatte di metalli inferiori, come ad esempio, il rame (istalahi Thaman) per dirhams (Haqiqi Thaman) e fa un pagamento posto di quest'ultimo, ma il venditore non ha fals in quel momento , allora tale scambio è ammissibile. presa di possesso di merci scambiate da entrambe le parti non è una condizione necessaria (mentre nel caso di bai-sarf, lo è.) Un certo numero di riferimenti simili esistono, che indicano che i giuristi non classificano uno scambio di FALS (istalahi Thaman) per un altro FALS ( istalahi Thaman) o oro o argento (Haqiqi Thaman), come bai-sarf. Quindi, gli scambi di valute di due paesi diversi, che possono qualificarsi solo come istalahi Thaman non possono essere classificati come bai-sarf. Né può essere imposto il vincolo in materia di regolamento a pronti su tali operazioni. Va notato qui che la definizione di bai-sarf è fornito Fiqh la letteratura e non vi è alcuna menzione dello stesso nelle tradizioni sacre. Le tradizioni menzione circa riba, e la vendita e l'acquisto di oro e argento (naqdain), che può essere una delle principali fonti di riba, è descritto come bai-sarf dai giuristi islamici. Va inoltre osservato che in letteratura Fiqh, bai-sarf implica scambio di oro o argento solo se questi vengono attualmente utilizzati come mezzo di scambio o meno. Scambio coinvolgendo dinari e ornamenti d'oro, sia la qualità come bai-sarf. Vari giuristi hanno cercato di chiarire questo punto e hanno definito sarf come quello scambio in cui entrambi i prodotti scambiati sono nella natura di Thaman, non necessariamente Thaman stessi. Quindi, anche quando uno dei beni viene elaborato oro (diciamo, ornamenti), tale scambio è chiamato bai-sarf. I sostenitori della vista che lo scambio di valuta deve essere trattato in modo simile a BAI-SARF derivare anche il sostegno di scritti dei giuristi islamici eminenti. Secondo l'Imam Ibn Taimiya tutto ciò che svolge le funzioni di mezzo di scambio, unità di conto e riserva di valore si chiama Thaman, (non necessariamente limitato all'argento amp oro). riferimenti simili sono disponibili negli scritti di Imam Ghazzali5 Per quanto riguarda il punto di vista di Imam Sarakhshi è preoccupato per quanto riguarda scambio che coinvolge fals, secondo loro, alcuni punti supplementari devono essere prese nota. Nei primi tempi dell'Islam, dinari e dirham d'oro e d'argento sono stati per lo più utilizzati come mezzo di scambio in tutte le principali transazioni. i minori sono stati risolti solo con fals. In altre parole, fals non possiedono le caratteristiche di denaro o thamaniyya in pieno ed è stato poco utilizzato come riserva di valore o di unità di conto ed era più nella natura della merce. Quindi non vi era alcuna restrizione acquisto degli stessi per oro e argento su base differita. Le valute presenti al giorno hanno tutte le caratteristiche di Thaman e sono destinate ad essere solo Thaman. Lo scambio che coinvolge valute di paesi diversi è uguale bai-sarf con differenza di jins e, di conseguenza, la liquidazione differita porterebbe a riba al-Nasia. Dr Mohamed Nejatullah Siddiqui illustra questa possibilità con una ESEMPIO6. Egli scrive in un dato momento nel momento in cui il tasso di mercato di scambio tra dollaro e rupia è 1:20, se un individuo acquisti 50 al tasso di 1:22 (insediamento del suo obbligo di rupie differita ad una data futura), poi è altamente probabile che sia. infatti, prestito Rs. 1000 ora al posto di una promessa di rimborsare Rs. 1100 in una data successiva specificata. (Dal momento che, si può ottenere Rs 1000 ora, scambiando il 50 acquistati a credito al tasso spot) Così, sarf può essere convertito in basata sugli interessi di prestito prestito amp. 2.1.3 Definire Thamaniyya è la chiave Sembra dalla sintesi di sopra di punti di vista alternativi che la questione chiave sembra essere una definizione corretta di thamaniyya. Per esempio, una questione fondamentale che conduce a posizioni divergenti sulla liceità riguarda se thamaniyya è specifico di oro e argento, o può essere associato a qualsiasi cosa che svolge le funzioni di denaro. Alziamo alcuni problemi di sotto del quale possono essere presi in considerazione in ogni esercizio di riconsiderazione delle posizioni alternative. Si deve notare che thamaniyya non sia assoluta e possono variare in gradi. E 'vero che le valute di carta sono completamente sostituito oro e argento come mezzo di scambio, unità di conto e riserva di valore. In questo senso, le valute di carta si può dire di possedere thamaniyya. Tuttavia, questo è vero solo per le valute nazionali e non può essere vero per le valute estere. In altre parole, rupie indiane possedere thamaniyya entro i confini geografici dell'India solo, e non hanno alcuna accettabilità negli Stati Uniti. Questi non si può dire di possedere thamaniyya negli Stati Uniti a meno che un cittadino degli Stati Uniti può utilizzare rupie come mezzo di scambio, o di unità di conto, o di riserva di valore. Nella maggior parte dei casi tale possibilità è remota. Questa possibilità è anche una funzione del meccanismo di cambio in vigore, come ad esempio, la convertibilità di rupie in dollari USA, e se un sistema di cambi fisso o variabile è a posto. Ad esempio, ipotizzando libera convertibilità di rupie in dollari statunitensi e viceversa, e di un sistema di cambi fissi, in cui il tasso di cambio rupia-dollaro non dovrebbe aumentare o diminuire nel prossimo futuro, thamaniyya di rupia in noi è notevolmente migliorato . L'esempio citato dal dottor Nejatullah Siddiqui appare anche abbastanza robusto, date le circostanze. Il permesso di scambiare rupie per i dollari in differita (da un capo all'altro, ovviamente) ad un tasso diverso dal tasso spot (tasso ufficiale, che rischia di rimanere fisso fino alla data di regolamento), sarebbe un chiaro caso di basata sugli interessi prestiti e mutui. Tuttavia, se l'assunzione di tasso di cambio fisso è rilassata e l'attuale sistema di fluttuante e tassi di cambio volatili si presume che sia il caso, allora si può dimostrare che il caso di Riba al-Nasia rompe. Riscriviamo il suo esempio: in un dato momento nel momento in cui il tasso di mercato di scambio tra dollaro e rupia è 1:20, se un individuo acquisti 50 al tasso di 1:22 (insediamento del suo obbligo di rupie rimandati ad una data futura ), allora è altamente probabile che sia. infatti, prestito Rs. 1000 ora al posto di una promessa di rimborsare Rs. 1100 in una data successiva specificata. (Dal momento che, si può ottenere Rs 1000 ora, scambiando il 50 acquistati a credito al tasso spot) Questo sarebbe così, solo se il rischio di cambio è inesistente (tasso di cambio rimane a 1:20), o è a carico del venditore di dollari (acquirente ripaga in rupie e non in dollari). Se il primo è vero, allora il venditore della dollari (mutuante) riceve un ritorno predeterminato di dieci per cento quando si converte Rs1100 ricevuto alla data di scadenza in 55 (ad un tasso di cambio di 1,20). Tuttavia, se questo è vero, allora il ritorno al venditore (o il creditore) non è predeterminato. Non deve nemmeno essere positivo. Per esempio, se il tasso di cambio rupia dollari aumenta a 1:25, poi il venditore di dollaro avrebbe ricevuto solo il 44 (Rs 1100 convertito in dollari) per il suo investimento di 50. Ecco due punti sono degni di nota. In primo luogo, quando si assume un regime di cambio fisso, la distinzione tra le valute di paesi diversi viene diluito. La situazione diventa simile allo scambio di sterline con sterlings (valute appartenenti allo stesso Paese) a tasso fisso. In secondo luogo, quando si assume un sistema di cambi volatile, poi altrettanto si può visualizzare il prestito attraverso il mercato valuta estera (meccanismo proposto nell'esempio precedente), si può anche visualizzare il prestito tramite qualsiasi altro mercato organizzato (come ad esempio, per le materie prime o azioni .) Se si sostituisce dollari per gli stock nell'esempio precedente, sarebbe letto come: in un dato momento nel tempo in cui il prezzo di mercato delle azioni X è Rs 20, se un individuo acquisti 50 titoli al tasso di Rs 22 (insediamento di il suo obbligo in rupie differita ad una data futura), allora è molto probabile che egli è. infatti, prestito Rs. 1000 ora al posto di una promessa di rimborsare Rs. 1100 in una data successiva specificata. (Dal momento che, si può ottenere Rs 1000 ora, scambiando i 50 titoli acquistati a credito al prezzo attuale) Anche in questo caso, come nell'esempio precedente, restituisce al venditore delle scorte può essere negativo se prezzo delle azioni sale a Rs 25 sulla soluzione Data. Quindi, proprio come i rendimenti del mercato azionario o mercato delle materie prime sono islamicamente accettabili a causa del rischio di prezzo, lo sono anche i rendimenti del mercato valutario a causa delle fluttuazioni dei prezzi delle valute. Una caratteristica unica di Haqiqi Thaman o oro e argento è che il valore intrinseco della moneta è uguale al suo valore nominale. Così, la domanda di diversi confini geografici entro i quali una determinata valuta, come ad esempio, Dinaro o dirham circola, è del tutto irrilevante. L'oro è oro sia in un paese A o B. Così, quando la valuta del paese A d'oro viene scambiato per la valuta del paese B, anche d'oro, allora ogni deviazione del tasso di cambio da unità o differimento di insediamento da entrambe le parti non può essere consentito in quanto sarebbe chiaramente coinvolgere riba al-Fadl e anche riba al-Nasia. Tuttavia, quando le valute di carta del paese A è scambiato per carta moneta del paese B, il caso potrebbe essere completamente diverso. Il rischio di prezzo (rischio di cambio), se positiva, eliminerebbe ogni possibilità di riba al-Nasia nello scambio con regolamento differito. Tuttavia, se il rischio di prezzo (rischio di cambio) è pari a zero, allora tale scambio potrebbe essere una fonte di Riba al-Nasia se liquidazione differita è permitted7. Un altro punto che merita seria considerazione è la possibilità che alcune valute possono possedere thamaniyya, che viene, utilizzato come mezzo di scambio, unità di conto, o di riserva di valore a livello globale, all'interno della nazionale così come all'estero. Per esempio, dollaro è moneta a corso legale in Stati Uniti, è anche accettabile come mezzo di scambio o di unità di conto per un grande volume di transazioni in tutto il mondo. Così, questa valuta specifica può dire che possiede thamaniyya a livello globale, nel qual caso, giuristi possono imporre le ingiunzioni relative a scambi che coinvolgono questa valuta specifico per prevenire riba al-Nasia. Il fatto è che quando una valuta possiede thamaniyya a livello globale, le unità quindi economici che usano questa valuta globale come mezzo di scambio, unità di conto o di riserva di valore potrebbero non essere preoccupato per il rischio derivante dalla volatilità dei tassi di cambio tra paesi. Allo stesso tempo, va riconosciuto che la grande maggioranza delle valute non eseguire le funzioni dei soldi se non entro i loro confini nazionali quando sono corso legale. Riba e il rischio non possono coesistere nello stesso contratto. L'ex connota una possibilità di rendimenti con rischio zero e non può essere ottenuto attraverso un mercato con rischio di prezzo positivo. Come è stato detto in precedenza, la possibilità di Riba al-Fadl o riba al-Nasia possono sorgere in cambio quando l'oro o la funzione argento come Thaman o quando lo scambio coinvolge valute di carta appartenenti allo stesso paese o quando lo scambio coinvolge valute di paesi diversi a seguito di un sistema di cambi fissi. L'ultima possibilità è forse unIslamic8 dal prezzo o il tasso di cambio delle valute dovrebbe essere consentito di fluttuare liberamente in linea con i cambiamenti della domanda e dell'offerta e anche perché i prezzi dovrebbero riflettere il valore intrinseco o il potere d'acquisto delle valute. I mercati di valuta estera di oggi sono caratterizzati da tassi di cambio volatili. Gli utili o le perdite realizzate sulle operazioni nelle valute di paesi diversi, sono giustificate dal rischio a carico delle parti del contratto. 2.1.4. Possibilità di Riba con Futures e vista Attaccanti Finora, abbiamo discusso sulla liceità di bai salam in valute, cioè, quando l'obbligazione di una sola delle parti lo scambio è differito. Quali sono le opinioni di studiosi di rinvio degli obblighi di entrambe le parti. Tipico esempio di tali contratti sono in avanti e futures9. Secondo la grande maggioranza degli studiosi, questo non è consentito per vari motivi, il più importante è l'elemento di rischio e di incertezza (gharar) e la possibilità di speculazione di un genere che non è ammissibile. Questo è discusso nella sezione 3. Tuttavia, un altro motivo di rigetto di tali contratti possono essere divieto riba. In the preceding paragraph we have discussed that bai salam in currencies with fluctuating exchange rates can not be used to earn riba because of the presence of currency risk. It is possible to demonstrate that currency risk can be hedged or reduced to zero with another forward contract transacted simultaneously. And once risk is eliminated, the gain clearly would be riba. We modify and rewrite the same example: In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1:20, an individual purchases 50 at the rate of 1:22 (settlement of his obligation in rupees deferred to a future date), and the seller of dollars also hedges his position by entering into a forward contract to sell Rs1100 to be received on the future date at a rate of 1:20, then it is highly probable that he is. in fact, borrowing Rs. 1000 now in lieu of a promise to repay Rs. 1100 on a specified later date. (Since, he can obtain Rs 1000 now, exchanging the 50 dollars purchased on credit at spot rate) The seller of the dollars (lender) receives a predetermined return of ten percent when he converts Rs1100 received on the maturity date into 55 dollars (at an exchange rate of 1:20) for his investment of 50 dollars irrespective of the market rate of exchange prevailing on the date of maturity. Another simple possible way to earn riba may even involve a spot transaction and a simultaneous forward transaction. For example, the individual in the above example purchases 50 on a spot basis at the rate of 1:20 and simultaneously enters into a forward contract with the same party to sell 50 at the rate of 1:21 after one month. In effect this implies that he is lending Rs1000 now to the seller of dollars for one month and earns an interest of Rs50 (he receives Rs1050 after one month. This is a typical buy-back or repo (repurchase) transaction so common in conventional banking.10 3. The Issue of Freedom from Gharar 3.1 Defining Gharar Gharar, unlike riba, does not have a consensus definition. In broad terms, it connotes risk and uncertainty. It is useful to view gharar as a continuum of risk and uncertainty wherein the extreme point of zero risk is the only point that is well-defined. Beyond this point, gharar becomes a variable and the gharar involved in a real life contract would lie somewhere on this continuum. Beyond a point on this continuum, risk and uncertainty or gharar becomes unacceptable11. Jurists have attempted to identify such situations involving forbidden gharar. A major factor that contributes to gharar is inadequate information (jahl) which increases uncertainty. This is when the terms of exchange, such as, price, objects of exchange, time of settlement etc. are not well-defined. Gharar is also defined in terms of settlement risk or the uncertainty surrounding delivery of the exchanged articles. Islamic scholars have identified the conditions which make a contract uncertain to the extent that it is forbidden. Each party to the contract must be clear as to the quantity, specification, price, time, and place of delivery of the contract. A contract, say, to sell fish in the river involves uncertainty about the subject of exchange, about its delivery, and hence, not Islamically permissible. The need to eliminate any element of uncertainty inherent in a contract is underscored by a number of traditions.12 An outcome of excessive gharar or uncertainty is that it leads to the possibility of speculation of a variety which is forbidden. Speculation in its worst form, is gambling. The holy Quran and the traditions of the holy prophet explicitly prohibit gains made from games of chance which involve unearned income. The term used for gambling is maisir which literally means getting something too easily, getting a profit without working for it. Apart from pure games of chance, the holy prophet also forbade actions which generated unearned incomes without much productive efforts.13 Here it may be noted that the term speculation has different connotations. It always involves an attempt to predict the future outcome of an event. But the process may or may not be backed by collection, analysis and interpretation of relevant information. The former case is very much in conformity with Islamic rationality. Un'unità economico islamico è tenuto ad assumersi il rischio dopo aver effettuato una corretta valutazione del rischio, con l'aiuto delle informazioni. All business decisions involve speculation in this sense. It is only in the absence of information or under conditions of excessive gharar or uncertainty that speculation is akin to a game of chance and is reprehensible. 3.2 Gharar amp Speculation with of Futures amp Forwards Considering the case of the basic exchange contracts highlighted in section 1, it may be noted that the third type of contract where settlement by both the parties is deferred to a future date is forbidden, according to a large majority of jurists on grounds of excessive gharar. Futures and forwards in currencies are examples of such contracts under which two parties become obliged to exchange currencies of two different countries at a known rate at the end of a known time period. For example, individuals A and B commit to exchange US dollars and Indian rupees at the rate of 1: 22 after one month. If the amount involved is 50 and A is the buyer of dollars then, the obligations of A and B are to make a payments of Rs1100 and 50 respectively at the end of one month. The contract is settled when both the parties honour their obligations on the future date. Traditionally, an overwhelming majority of Sharia scholars have disapproved such contracts on several grounds. The prohibition applies to all such contracts where the obligations of both parties are deferred to a future date, including contracts involving exchange of currencies. An important objection is that such a contract involves sale of a non-existent object or of an object not in the possession of the seller. This objection is based on several traditions of the holy prophet.14 There is difference of opinion on whether the prohibition in the said traditions apply to foodstuffs, or perishable commodities or to all objects of sale. There is, however, a general agreement on the view that the efficient cause (illa) of the prohibition of sale of an object which the seller does not own or of sale prior to taking possession is gharar, or the possible failure to deliver the goods purchased. Is this efficient cause (illa) present in an exchange involving future contracts in currencies of different countries. In a market with full and free convertibility or no constraints on the supply of currencies, the probability of failure to deliver the same on the maturity date should be no cause for concern. Further, the standardized nature of futures contracts and transparent operating procedures on the organized futures markets15 is believed to minimize this probability. Some recent scholars have opined in the light of the above that futures, in general, should be permissible. According to them, the efficient cause (illa), that is, the probability of failure to deliver was quite relevant in a simple, primitive and unorganized market. It is no longer relevant in the organized futures markets of today16. Such contention, however, continues to be rejected by the majority of scholars. They underscore the fact that futures contracts almost never involve delivery by both parties. On the contrary, parties to the contract reverse the transaction and the contract is settled in price difference only. For example, in the above example, if the currency exchange rate changes to 1: 23 on the maturity date, the reverse transaction for individual A would mean selling 50 at the rate of 1:23 to individual B. This would imply A making a gain of Rs50 (the difference between Rs1150 and Rs1100). This is exactly what B would lose. It may so happen that the exchange rate would change to 1:21 in which case A would lose Rs50 which is what B would gain. This obviously is a zero-sum game in which the gain of one party is exactly equal to the loss of the other. This possibility of gains or losses (which theoretically can touch infinity) encourages economic units to speculate on the future direction of exchange rates. Since exchange rates fluctuate randomly, gains and losses are random too and the game is reduced to a game of chance. There is a vast body of literature on the forecastability of exchange rates and a large majority of empirical studies have provided supporting evidence on the futility of any attempt to make short-run predictions. Exchange rates are volatile and remain unpredictable at least for the large majority of market participants. Needless to say, any attempt to speculate in the hope of the theoretically infinite gains is, in all likelihood, a game of chance for such participants. While the gains, if they materialize, are in the nature of maisir or unearned gains, the possibility of equally massive losses do indicate a possibility of default by the loser and hence, gharar. 3.3. Risk Management in Volatile Markets Hedging or risk reduction adds to planning and managerial efficiency. The economic justification of futures and forwards is in term of their role as a device for hedging. In the context of currency markets which are characterized by volatile rates, such contracts are believed to enable the parties to transfer and eliminate risk arising out of such fluctuations. For example, modifying the earlier example, assume that individual A is an exporter from India to US who has already sold some commodities to B, the US importer and anticipates a cashflow of 50 (which at the current market rate of 1:22 mean Rs 1100 to him) after one month. There is a possibility that US dollar may depreciate against Indian rupee during these one month, in which case A would realize less amount of rupees for his 50 ( if the new rate is 1:21, A would realize only Rs1050 ). Hence, A may enter into a forward or future contract to sell 50 at the rate of 1:21.5 at the end of one month (and thereby, realize Rs1075) with any counterparty which, in all probability, would have diametrically opposite expectations regarding future direction of exchange rates. In this case, A is able to hedge his position and at the same time, forgoes the opportunity of making a gain if his expectations do not materialize and US dollar appreciates against Indian rupee (say, to 1:23 which implies that he would have realized Rs1150, and not Rs1075 which he would realize now.) While hedging tools always improve planning and hence, performance, it should be noted that the intention of the contracting party - whether to hedge or to speculate, can never be ascertained. It may be noted that hedging can also be accomplished with bai salam in currencies. As in the above example, exporter A anticipating a cash inflow of 50 after one month and expecting a depreciation of dollar may go for a salam sale of 50 (with his obligation to pay 50 deferred by one month.) Since he is expecting a dollar depreciation, he may agree to sell 50 at the rate of 1: 21.5. There would be an immediate cash inflow in Rs 1075 for him. The question may be, why should the counterparty pay him rupees now in lieu of a promise to be repaid in dollars after one month. As in the case of futures, the counterparty would do so for profit, if its expectations are diametrically opposite, that is, it expects dollar to appreciate. For example, if dollar appreciates to 1: 23 during the one month period, then it would receive Rs1150 for Rs 1075 it invested in the purchase of 50. Thus, while A is able to hedge its position, the counterparty is able to earn a profit on trading of currencies. The difference from the earlier scenario is that the counterparty would be more restrained in trading because of the investment required, and such trading is unlikely to take the shape of rampant speculation. 4. Summary amp Conclusion Currency markets of today are characterized by volatile exchange rates. This fact should be taken note of in any analysis of the three basic types of contracts in which the basis of distinction is the possibility of deferment of obligations to future. We have attempted an assessment of these forms of contracting in terms of the overwhelming need to eliminate any possibility of riba, minimize gharar, jahl and the possibility of speculation of a kind akin to games of chance. In a volatile market, the participants are exposed to currency risk and Islamic rationality requires that such risk should be minimized in the interest of efficiency if not reduced to zero. It is obvious that spot settlement of the obligations of both parties would completely prohibit riba, and gharar, and minimize the possibility of speculation. However, this would also imply the absence of any technique of risk management and may involve some practical problems for the participants. At the other extreme, if the obligations of both the parties are deferred to a future date, then such contracting, in all likelihood, would open up the possibility of infinite unearned gains and losses from what may be rightly termed for the majority of participants as games of chance. Of course, these would also enable the participants to manage risk through complete risk transfer to others and reduce risk to zero. It is this possibility of risk reduction to zero which may enable a participant to earn riba. Future is not a new form of contract. Rather the justification for proscribing it is new. If in a simple primitive economy, it was prevention of gharar relating to delivery of the exchanged article, in todays complex financial system and organized exchanges, it is prevention of speculation of kind which is unIslamic and which is possible under excessive gharar involved in forecasting highly volatile exchange rates. Such speculation is not just a possibility, but a reality. The precise motive of an economic unit entering into a future contract - speculation or hedging may not ascertainable ( regulators may monitor end use, but such regulation may not be very practical, nor effective in a free market). Empirical evidence at a macro level, however, indicates the former to be the dominant motive. The second type of contracting with deferment of obligations of one of the parties to a future date falls between the two extremes. While Sharia scholars have divergent views about its permissibility, our analysis reveals that there is no possibility of earning riba with this kind of contracting. The requirement of spot settlement of obligations of atleast one party imposes a natural curb on speculation, though the room for speculation is greater than under the first form of contracting. The requirement amounts to imposition of a hundred percent margin which, in all probability, would drive away the uninformed speculator from the market. This should force the speculator to be a little more sure of his expectations by being more informed. When speculation is based on information it is not only permissible, but desirable too. Bai salam would also enable the participants to manage risk. At the same time, the requirement of settlement from one end would dampen the tendency of many participants to seek a complete transfer of perceived risk and encourage them to make a realistic assessment of the actual risk. Notes amp References 1. These diverse views are reflected in the papers presented at the Fourth Fiqh Seminar organized by the Islamic Fiqh Academy, India in 1991 which were subsequently published in Majalla Fiqh Islami, part 4 by the Academy. The discussion on riba prohibition draws on these views. 2. Nabil Saleh, Unlawful gain and Legitimate Profit in Islamic Law, Graham and Trotman, London, 1992, p.16 3. Ibn Qudama, al-Mughni, vol.4, pp.5-9 4. Shams al Din al Sarakhsi, al-Mabsut, vol 14, pp 24-25 5. Paper presented by Abdul Azim Islahi at the Fourth Fiqh Seminar organized by Islamic Fiqh Academy, India in 1991. 6. Paper by Dr M N Siddiqui highlighting the issue was circulated among all leading Fiqh scholars by the Islamic Fiqh Academy, India for their views and was the main theme of deliberations during the session on Currency Exchange at the Fourth Fiqh Seminar held in 1991. 7. It is contended by some that the above example may be modified to show the possibility of riba with spot settlement too. In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1:20, if an individual purchases 50 at the rate of 1:22 (settlement of his obligation also on a spot basis), then it amounts to the seller of dollars exchanging 50 with 55 on a spot basis (Since, he can obtain Rs 1100 now, exchange them for 55 at spot rate of 1:20) Thus, spot settlement can also be a clear source of riba. Does this imply that spot settlement should be proscribed too. The fallacy in the above and earlier examples is that there is no single contract but multiple contracts of exchange occurring at different points in time (true even in the above case). Riba can be earned only when the spot rate of 1:20 is fixed during the time interval between the transactions. This assumption is, needless to say, unrealistic and if imposed artificially, perhaps unIslamic. 8. Islam envisages a free market where prices are determined by forces of demand and supply. There should be no interference in the price formation process even by the regulators. While price control and fixation is generally accepted as unIslamic, some scholars, such as, Ibn Taimiya do admit of its permissibility. However, such permissibility is subject to the condition that price fixation is intended to combat cases of market anomalies caused by impairing the conditions of free competition. If market conditions are normal, forces of demand and supply should be allowed a free play in determination of prices. 9. Some Islamic scholars use the term forward to connote a salam sale. However, we use this term in the conventional sense where the obligations of both parties are deferred to a future date and hence, are similar to futures in this sense. The latter however, are standardized contracts and are traded on an organized Futures Exchange while the former are specific to the requirements of the buyer and seller. 10. This is known as bai al inah which is considered forbidden by almost all scholars with the exception of Imam Shafii. Followers of the same school, such as Al Nawawi do not consider it Islamically permissible. 11. It should be noted that modern finance theories also distinguish between conditions of risk and uncertainty and assert that rational decision making is possible only under conditions of risk and not under conditions of uncertainty. Conditions of risk refer to a situation where it is possible with the help of available data to estimate all possible outcomes and their corresponding probabilities, or develop the ex-ante probability distribution. Under conditions of uncertainty, no such exercise is possible. The definition of gharar, Real-life situations, of course, fall somewhere in the continuum of risk and uncertainty. 12. The following traditions underscore the need to avoid contracts involving uncertainty. Ibn Abbas reported that when Allahs prophet (pbuh) came to Medina, they were paying one and two years advance for fruits, so he said: Those who pay in advance for any thing must do so for a specified weight and for a definite time. It is reported on the authority of Ibn Umar that the Messenger of Allah (pbuh) forbade the transaction called habal al-habala whereby a man bought a she-camel which was to be the off-spring of a she-camel and which was still in its mothers womb. 13. According to a tradition reported by Abu Huraira, Allahs Messenger (pbuh) forbade a transaction determined by throwing stones, and the type which involves some uncertainty. The form of gambling most popular to Arabs was gambling by casting lots by means of arrows, on the principle of lottery, for division of carcass of slaughtered animals. The carcass was divided into unequal parts and marked arrows were drawn from a bag. One received a large or small share depending on the mark on the arrow drawn. Obviously it was a pure game of chance. 14. The holy prophet is reported to have said Do not sell what is not with you Ibn Abbas reported that the prophet said: He who buys foodstuff should not sell it until he has taken possession of it. Ibn Abbas said: I think it applies to all other things as well. 15. The Futures Exchange performs an important function of providing a guarantee for delivery by all parties to the contract. It serves as the counterparty in the exchange for both, that is, as the buyer for the sale and as the seller for the purchase. 16. M Hashim Kamali Islamic Commercial Law: An Analysis of Futures, The American Journal of Islamic Social Sciences, vol.13, no.2, 1996 Send Your Comments to: Dr Mohammed Obaidullah, Xavier Institute of Management, Bhubaneswar 751 013, India

No comments:

Post a Comment